Showing posts with label materi. Show all posts
Showing posts with label materi. Show all posts

SEDIMEN

 

Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan oleh air, angin atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Semua batuan hasil pelapukan dan pengikisan yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi batuan sedimen.
Sedimentasi ini terjadi melalui proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin,es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser.
Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya. pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi membuat terjadinya sedimentasi.
Meningkatnya aktivitas manusia akhir-akhir ini di sepanjang aliran sungai telah memberi pengaruh terhadap ekosistem muara. Kegiatan yang memberikan dampak terhadap muara tersebut antara lain penebangan hutan di bagian hulu. Kegiatan ini menyebabkan meningkatnya pengikisan tanah di sepanjang aliran sungai. Sebagai dampaknya jumlah sedimen di dalam sungai (suspended solid) bertambah dan menyebabkan pendangkalan. Faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi yang terjadi di muara antara lain aktivitas gelombang dan pola arus.
Menurut Dibyosaputra (1997: 65) besar kecilnya sedimen di daerah sungai ditentukan melalui transportasi sungai yang disebabkan oleh adanya kekuatan aliran sungai yang sering dikenal dengan istilah kompetensi sungai (stream competency), yaitu kecepatan aliran tertentu yang mampu mengangkut sedimen dengan diameter tertentu. Dengan kata lain bahwa besarnya sedimen yang terangkat tergantung pada :
a.       Debit sungai
b.      Material sedimen
c.       Kecepatan aliran.
Dengan kekuatan aliran dan faktor lainnya maka ada tiga bentuk/macam sedimen yang terangkut yaitu:
a.       Muatan terlarut (dissolved load)
b.      Muatan tersuspensi (suspended load)
c.       Muatan dasar (bed load)
Pada saat sungai banjir, maka hydraulic action dapat melepas dan mengangkut material sedimen dalam jumlah besar. Tidak hanya dari dsarnya saja tetapi juga menggerus material sepanjang tebing atau tanggul sungai. Akibatnya tanggul sungai mengalami kerusakan dan terjadilah nendatan  atau slumping (Dibyosaputra,1997: 65).
Menurut Anonim (2011) Sedimen yang dalam jangka waktu yang lama mengalami pembatuan atau disebut dengan istilah batuan sedimen, yaitu suatu batuan yang terbentuk dari hasil proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik. Proses terjadinya batuan sedimen dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.    Secara mekanik
Terbentuk dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen batuan. Faktor-faktor yang penting yang mempengaruhi sedimentasi secara mekanik antara lain :
•    Sumber material batuan sedimen :
Sifat dan komposisi batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh material-material asalnya. Komposisi mineral-mineral batuan sedimen dapat menentukan waktu dan jarak transportasi, tergantung dari presentasi mineral-mineral stabil dan nonstabil.

•    Lingkungan pengendapan :
Secara umum lingkungan pengendapan dibedakan dalam tiga bagian yaitu: Lingkungan Pengendapan Darat, Transisi dan Laut. Ketiga lingkungan pengendapan ini, dimana batuan yang dibedakannya masing-masing mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu.

•    Pengangkutan (transportasi) :
Media transportasi dapat berupa air, angin maupun es, namun yang memiliki peranan yang paling besar dalam sedimentasi adalah media air. Selama transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material sedimen seperti ukuran bentuk dan roundness. Dengan adanya pemilahan dan pengikisan terhadap butir-butir sedimen akan memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuan sedimen.

•    Pengendapan :
Pengendapan terjadi bilamana arus/gaya mulai menurun hingga berada di bawah titik daya angkutnya. Ini biasa terjadi pada cekungan-cekungan, laut, muara sungai, dll.
•    Kompaksi :
Kompaksi terjadi karena adanya gaya berat/gravitasi dari material-material sedimen sendiri, sehingga volume menjadi berkurang dan cairan yang mengisi pori-pori akan bermigrasi ke atas.

•    Lithifikasi dan Sementasi :
Bila kompaksi meningkat terus menerus akan terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Sehingga meningkat ke proses pembatuan (lithifikasi), yang disertai dengan sementasi dimana material-material semen terikat oleh unsur-unsur/mineral yang mengisi pori-pori antara butir sedimen.

•    Replacement dan Rekristalisasi :
Proses replacement adalah proses penggantian mineral oleh pelarutan-pelarutan kimia hingga terjadi mineral baru. Rekristalisasi adalah perubahan atau pengkristalan kembali mineral-mineral dalam batuan sedimen, akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang relatif rendah.
•    Diagenesis :
Diagenesis adalah perubahan yang terjadi setelah pengendapan berlangsung, baik tekstur maupun komposisi mineral sedimen yang disebabkan oleh kimia dan fisika.

b. Secara Kimia dan Organik
Terbentuk oleh proses-proses kimia dan kegiatan organisme atau akumulasi dari sisa skeleton organisme. Sedimen kimia dan organik dapat terjadi pada kondisi darat, transisi, dan lautan, seperti halnya dengan sedimen mekanik.
Masing-masing lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan biologis parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu sedimen dicirikan oleh tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu kepada badan-badan khusus seperti endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik dibedakan oleh lithologic, struktural, dan karakteristik organik terdeteksi di lapangan.
Sebuah bentuk sedimen dengan demikian unit batu itu, karena deposisi dalam lingkungan tertentu, memiliki pengaturan karakteristik properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik seperti warna, lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan depositional menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari bentuk sedimen yang pada gilirannya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan deposional.
Klasifikasi sedimen pada umumnya dilakukan berdasarkan ukuran dan komposisinya. Berdasarkan ukuran butirnya, sedimen dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan ukuran diameter butirnya yang kemudian ditetapkan dalam ukuran skala tertentu. Klasifikasi ukura butir yang paling umum dan dijadikan standar adalah klasifikasi ukuran butir sedimen oleh Wentworth. Sedangkan dari komposisinya, sedimen diklasifikasikan berdasarkan batuan asalnya, komposisi mineral dan komposisi kimianya.


2. Pembentukan Sedimen
Sedimen sebagai material padat alami yang bersifat lepas terbentuk dari pecahan partikel batuan yang telah ada sebelumnya. Proses pelepasan partikel batuan menjadi sedimen umumnya disebut pelapukan. Dalam bukunya Sedimentology and Stratigraphy(2009), Gary Nichols membedakan proses pelapukan menjadi 2 jenis, yaitu pelapukan fisika dan pelapukan kimiawi.

Pelapukan Fisik dan Kimiawi

Selain dari pelapukan batuan secara langsung, proses sedimen juga dapat terbentuk oleh faktor biologis yang terjadi pada permukaan batuan, proses ini akan menghasilkan tanah, dimana dalam pengertiannya secara geologis tanah adalah material sedimen lepas yang tidak atau belum mengalami proses transportasi.

Profil perkembangan pembentukan tanah

Proses selanjutnya dari pembentukan sedimen adalah erosi. Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristikhujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi (wikipedia.org).
Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. Dalam prosesnya, jenis erosi yang membentuk sedimen bermacam-macam dan dapat terjadi baik di darat maupun dibawah permukaan air, tergantung mekanisme dan jenis media yang mengerosi batuan tersebut.

Jenis-jenis erosi batuan

3. Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Proses sedimentasi ini mencakup pelapukan, erosi, transportasi sedimen hingga pengendapannya.

A. Pelapukan dan Erosi
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Di alam pada umumnya ke tiga jenis pelapukan (fisik, kimiawi dan biologis) itu bekerja bersama-sama, namun salah satu di antaranya mungkin lebih dominan dibandingkan dengan lainnya. Berdasarkan pada proses yang dominan inilah maka pelapukan batuan dapat dibagi menjadi pelapukan fisik, kimia dan biologis. Pelapukan merupakan proses proses alami yang menghancurkan batuan menjadi tanah. Berdasrkan faktor utama pengontrolnya, pelapukan secara umum dibagi menjadi :
•    Pelapukan biologi merupakan pelapukan yang disebabkan oleh makhluk hidup. contoh: tumbuhnya lumut, akar pepohonan, dan hewan yang tinggal didalamnya.
•    Pelapukan fisika merupakan pelapukan yang disebabkan oleh perubahan suhu atau iklim dan terjadi karena proses disagregasi atau penguraian partikel-partikel batuan. contoh : perubahan cuaca, tetean hujan dan sebagainya.
•    Pelapukan kimia merupakan pelapukan yang disebabkan oleh tercampurnya batuan dengan zat - zat kimia yang menyebabkan terjadinya proses dekomposisi atau perubahan komposisi kimia batuan. contoh: reaksi batuan dengan fluida hidrotermal.

Pada proses pelapukan, pertikel batuan akan terlepas dari ikatannya hingga kemudian akan dapat terpisah dan mengalami erosi. Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, gerakan pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.

B. Transportasi Sediment
Kebanyakan proses transportasi sedimen alami terjadi di dalam media fluida yang merupakan suatu sistem yang berisi campuran antara padat dan cair atau padat dan gas. Material – material padat akan terurai menjadi partikel – partikel, dan media fluida akan mentransport partikel –partikel tersebut. Jika material padat lebih kecil, cairan tersebut dapat merekat dan menjadi lebih padat dari fluida murni.
Partikel yang lebih kasar mungkin tidak bercampur dalam fluida tapi mungkin akan bertindak sebagai penghalang arus. Akhirnya, partikel berukuran sedang berinteraksi secara alami dengan arus dan tetap di gerakan oleh arus. Secara umum terdapat 2 jenis aliran di dalam fluida yaitu :
1.    Aliran laminar yaitu dimana air mengalir begitu saja tanpa ada penghalang dimana ”shear stress” antara molekul H2O membentuk vektor – vektor kecepatan.
2.    Aliran turbulen, yaitu dimana vektor – vektor kecepatan terhalang oleh material menyebabkan aliran bergerak secara acak kesegala arah.


Aliran laminar dan aliran turbulen

Arus di alam pada dasarnya terdiri atas dua tipe (Allen, Lang, dan Kassen , 2002), yaitu:
1.    Arus traksi, dimana fluida sebagai subyek dari perbedaan tekanan karena perbedaan gradien hidraulik. Contoh paling umum adalah pada sungai, dimana aliran timbul karena dasar permukaan yang miring.
Pasang surut dan gelombang dapat menimbulkan aliran arus dimana permukaan air sebagai subyek dari kemiringan. Sehingga yang memicu arus traksi adalah kemiringan lereng dari permukaan air, dan kecepatan arus yang setara dengan kemiringan .
2.    Arus gravitasi/densitas, sedimen yang teronggok pada suatu lereng dapat secara tiba – tiba meluncur akibat sentakan pada lereng yang tidak stabil, kemudian dengan kecepatan tinggi bercampur air menjadi sutau aliran padat density current. Yang penting disini partikel – partikel sedimen bergerak tanpa benturan atau seretan air, tetapi inertia. ( Energi potensial atau gravity dirubah menjadi energi kinetis), (Sanders, 1965), dan pengendapan terjadi setelah energi kinetis habis, misalnya ditempat datar, lekuk- lekukan. Arus densitas ini terutama terjadi di laut, dan merupakan mekanisme penting dalam mentransfer sedimen daerah – daerah bathyal dan abysal. Namun arus ini juga bisa terjadi pada daerah – daerah yang memiliki kemiringan lereng yang tajam seperti pada dinding danau yang terbentuk oleh sesar.

Model arus traksi dan arus densitas yang umum di alam (Allen, 1978).

Transport sedimen bisa terdiri atas satu atau dua mekanisme (Allen, Lang, dan Kassen , 2002),
    Transport oleh bedload,
Butir hampir selalu berada di dasar dan butir bergerak dengan cara mengelinding, merayap dan melompat dengan cara saling bertubrukan antar butir yang dipicu oleh aliran fluida (Allen, Lang, dan Kassen , 2002).
Rayapan permukaan, umumnya hadir pada butir dengan ukuran kasar. Perilaku butir merayap didasar dan saling berbenturan dengan butiran lainnya. Ini sangat erat hubungannya saltasi, butir bergerak dipicu oleh energi fluida sehingga bergerak di sepanjang dasar dari channel dengan cara melompat dan berbenturan satu sama lain dengan energi dari arus untuk menstransportkan dan posisi conto terutama pada bagian porsi yang lebih dalam dari channel (Visher, 1969). Pada kondisi ini, umumnya akan terbentuk struktur sedimen silang siur (cross bedding), dune hingga mega dune.


    Transport oleh suspended load,
Butir bergerak dan mengambang dengan arah yang acak akibat dari arus turbulen yang kuat. Kecepatan aliran sangat penting agar sedimen tetap tertransport secara suspensi, dimana ukuran butir sebanding dengan kecepatan aliran. Partikel sedimen yang tertransport oleh suspensi tergantung dari kuat-lemahnya turbulen, sehingga perpotongan antara populasi suspensi dengan populasi bedload (saltasi dan rayapan permukaan) akan mencerminkan energi pada suatu lingkungan dan kondisi lingkungan saat pengendapan. Kecepatan aliran yang tinggi dapat mentransport butiran yang lebih kasar. Sedimen kohesif (< 0.1 – 0.2 mm) umumnya tertransport secara suspensi (Allen, Lang, dan Kassen , 2002; Lane, 1938). 
Pada kondisi ini umumnya sedimen yang terendapkan akan membentuk struktur graded bedding pada fase awal saat mengendapkan sedimen dengan butiran yang lebih kasar dan akhirnya akan membentuk parallel lamination saat mengendapkan sedimen yang halus seperti lempung.

Perilaku sedimen pasir di bawah permukaan air)
Transportasi sedimen pada akhirnya akan mempengaruhi karakter sedimen berdasarkan lama waktu transportasinya, jenis fluida yang menjadi medianya, jenis aliran, jenis arus dan mekanisme transportasi sedimen itu sendiri. Hal ini akan tercermin dalam ukuran butir, bentuk butir, keseragaman butir dan struktur sedimen yang terbentuk selama proses transportasi sedimen berlangsung.

Hubungan arah arus dengan keseragaman arah butir sedimen (imbrikasi)

a.    Ukuran Butir
Ukuran partikel atau yang juga dikenal dengan ukuran butir mengacu kepada diameter butiran individu sedimen ataupun pada batuan sedimen yang telah terlitifikasi. Ukuran objek padat tiga dimensi seperti butiran sedimen dapat diketahui dengan melakukan pengukuran volume atau dengan melakukan beberapa pengukuran geometri linier. Pada pengukurannya, umumnya dilakukan dengan mengukur volume atau juga bisa didapatkan melalui persamaan (3√V) dengan pengukuran geometri linier.

Tabel Klasifikasi Ukuran Butir (Udden-Wentworth)
b.    Bentuk Butir
Bentuk butir yang biasa juga dikenal dengan pada sedimen umumnya dijelaskan berdasarkan 2 faktor yaitu kebundaran (roundness) dan kebulatan (sphericity).
Roundness adalah sifat bentuk partikel yang berhubungan dengan ketajaman atau kelengkungan tepi dan pojok-pojoknya (Friedman, 1978, h. 61). Roundness secara geometri tidak tergantung dari sphericity. Definisi secara teoritis, Roundness (Rd = ρ) menyatakan hubungan antara radius tepi dan pojok butiran (r1), jumlah pojok yang diukur dan radius lingkaran maksimum yang digambarkan (R). Roundness = Rata-rata radius tepi dan pojok Radius lingk. Maks. Yang digambarkan Sphericity adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu bentuk butir kearah bentuk membola (Tucker, 1991, h. 15).
Secara teoritis Friedman (1978, h. 60) mendefenisikan sphericity adalah perbandingan luas permukaan partikel (Ap) dan luas permukaan lengkung yang volumenya sama (As). Dalam praktek, luas permukaan partikel tidak teratur, oleh karena itu tidak mungkin untuk diukur. Untuk mudahnya dilakukan pengukuran volume dalam air. Pengukuran sphericity harus mempertimbangkan tingkah laku hidrolika yang mengontrol partikel. Partikel cenderung terorientasi menurut bidang sumbu panjang dan menengah yang dikenal dengan proyeksi maksimum sphericity, yang diformulasikan : Dimana : S = Diameter pendek L = Diameter Panjang I = Diameter menengah

Klasifikasi Kebundaran (roundness) dan Kebulatan (sphericity) (Di adaptasi dari (Rittenhouse, 1943 Vide Beard and Weyl, 1973, h. 359)

c.    Pemilahan Butir
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya bilasemakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka, pemilahan semakin baik. Pemilahan yaitu keseragaman butir di dalam batuan sedimen klastik. Beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :
a)    Sortasi baik bila besar butir merata atau sama besar
b)    Sortasi sedang bila ukuran butirnya relatif seragam
c)    Sortasi buruk bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen

Klasifikasi Keseragaman Ukuran Butir Sedimen (Google.co.id).

d. Struktur Sedimen
Struktur sedimen adalah struktur yang terbentuk selama pengendapan sedimen. Pembentukan struktur sedimen sendiri akan sangat dipengaruhi oleh mekanisme pengendapan sedimen melalui jenis arus transportasinya, media dan juga oleh lingkungan pengendapan sedimen. Ombak laut yang berulang-ulang akan membentuk struktur sedimen gelembur gelombang (ripple marks) dipantai, sedangkan pengendapan suspensi lempung di dataran banjir atau danau yang dalam akan membentuk lapisan-lapisan tipis berbentuk paralel (parallel lamination) dari endapan lempung yang jatuh oleh gaya gravitasi.



Pembentukan Struktur Ripple dan Dune

Selain itu, aktivitas organisme juga berpengaruh pada pembentukan struktur sedimen. Pergerakan organisme yang hidup disekitar lingkungan pengendapan sedimen akan membentuk struktur-struktur seperti jejak, alur dan bekas-bekas kehidupan lainnya. Seperti jalur yang dibentuk siput-siput dipantai maupun danau akan dapat merusak struktur gelembur gelombang yang dibentuk oleh ombak. Pada kondisi arus traksi yang mengalir terus menerus seperti pada sungai, pergerakn sedimen yang dibawa oleh air akan terus berlangsung, khususnya sedimen yang ada pada kolom air dan bergerak pada dasar aliran sungai (bed load sediment). Hal tersebut akan membentuk struktur sedimen silang siur (cross bedding) karena pergerakan sedimen yang terus bergerak mengikuti arah aliran arus.

Bentuk perlapisan sedimen

Dalam sebuah aliran arus turbulenatau arus densitas dimana fluida pembawa bercampur dengan sedimen dan mengalir mengikuti kemiringan lereng hingga mencapai posisi stabil seperti pada longsoran bawah laut, longsoran bawah danau ataupun alluvial fan sedimen akan di endapkan pada suatu kondisi dimana arus tidak lagi bergerak. Proses pengendapan yang mengikuti gaya gravitasi menyebabkan sedimen yang berukuran kasar akan mengendap lebih dulu karena faktor gaya berat yang dimilikinya dan sedimen berukuran paling halus akan mengendap terakhir sebagai suspensi.
Proses ini akan membentuk endapan sedimen dengan struktur graded bedding yang menghalus keatas (fining upward). Struktur sedimen seperti silang siur (cross bedding), gelembur gelombang (ripple marks) dan gradasi perlapisan (graded bedding) digunakan dalam studi stratigrafi untuk menentukan posisi sebenarnya dari lapisan geologi yang kompleks dan untuk mempelajari lingkungan pengendapannya.

GERUSAN

 
  • Pengertian Gerusan
Gerusan (scouring) merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di sungai sebagai akibat pengaruh morfologi sungai (dapat berupa tikungan atau bagian penyempitan aliran sungai) atau adanya bangunan air ( hydraulic structur) seperti: jembatan, bendung, pintu air, dan lain-lain.
Morfologi sungai merupakan salah satu faktor yang  menentukan dalam proses terjadinya gerusan, hal ini disebabkan aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface). Kondisi aliran saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan permukaan bebasnya cenderung berubah sesuai waktu dan ruang, disamping itu ada hubungan ketergantungan antara kedalaman aliran, debit air, kemiringan dasar saluran dan permukaan saluran bebas itu sendiri.
Laursen (1952) dalam Hanwar (1999:4) mendefinisikan gerusan sebagai pembesaran dari suatu aliran yang disertai pemindahan material melalui aksi gerakan fluida. Gerusan lokal (local scouring) terjadi pada suatu kecepatan aliran di mana sedimen yang dingkut lebih besar dari sedimen yang disuplai.
Menurut Laursen (1952) dalam Sucipto (2004:34), sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut :
1.    Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang diangkut keluar daerah gerusan dengan jumlah material yang diangkut masuk ke dalam daerah gerusan.
2.    Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah di daerah gerusan bertambah (misal karena erosi). Untuk kondisi aliran bergerak akan terjadi suatu keadaan gerusan yang disebut gerusan batas, besarnya akan asimtotik terhadap waktu.

II.    Tujuan Mengetahui Scouring Pada Jembatan
Dengan mengetahui fenomena scouring maka perencana dapat melakukan investigasi terhadap saluran sehingga dapat ditentukan letak , posisi ,kedalaman dan tipe pilar maupun abutemen sehingga kecacatan dan kegagalan pada jembatan yang disebabkan scouring dapat dihindarkan. Apabila bangunan sudah beridiri maka dapat dibuatkan pengaman untuk mereduksi efek scouring tersebut agar kekuatan struktur jembatan secara keseluruhan tetap mantap.

III.    Jenis - Jenis Scouring
Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai karena interaksi antara aliran dengan dasar sungai. Scouring dapat diklasifikasikan menjadi:
•    Gerusan umum (general scour)
Gerusan umum ini merupakan suatu proses alami yang terjadi pada sungai sehingga akan menimbulkan degradasi dasar. Gerusan Umum disebabkan oleh energi dari aliran air.Gerusan akibat penyempitan di alur sungai (contraction scour)


•    Gerusan lokal (local scour)
Gerusan lokal ini pada umumnya diakibatkan oleh adanya bangunan air, misal, tiang atau pilar jembatan. Gerusan local disebabkan oleh sistem pusaran air (vortex system) karena adanya gangguan pola aliran akibat rintangan.


Ada dua macam gerusan lokal, yaitu :
  • Clear water scour
Pergerakan sedimen hanya terjadi pada sekitar pilar. Ada dua macam:
1.    Gerusan lokal tidak terjadi dan proses transportasi sedimen tidak terjadi.
2.    Gerusan lokal terjadi menerus dan proses transportasi sedimen tidak terjadi.
  •  Live bed scour
Terjadi karena adanya perpindahan sedimen. Yaitu jika:
Gerusan terlokalisir terjadi karena adanya penyempitan penampang sungai oleh adanya penempatan bangunan hidraulika.
  •  Gerusan Total (Total Scour)
Merupakan kombinasi antara gerusan lokal (local scour) dan gerusan umum (general scour). Bisa juga kombinasi antara gerusan lokal, gerusan umum dan gerusan terlokalisir (localized scour/ constriction scour).
Berdasarkan pengamatan tentang analisa ini, maka tipe scouring yang terjadi pada struktur bawah jembatan dapat dibedakan menjadi:

1.    Gerusan yang terjadi pada pilar yang terletak pada saluran lurus adalah gerusan local.
2.    Gerusan yang terjadi pada pilar yang terletak pada bagian tikungan saluran adalah gerusan local ditambah dengan gerusan umum akibat tikungan saluran.
3.    Gerusan yang terjadi pada abutmen jembatan adalah gerusan total, yaitu kombinasi antara gerusan local, gerusan umum dan gerusan penyempitan




IV.    Proses Terjadinya Scouring
  • Pada Abutemen dan Pilar
Gerusan akibat aliran air menyebabkan erosi dan degradasi di sekitar bukaan jalan air (water way openning) suatu jembatan. Degradasi ini berlangsung secara terus menerus hingga dicapai keseimbangan antara suplai dan angkutan sedimen yang saling memperbaiki.
Apabila suplai sedimen dari hulu berkurang atau jumlah angkutan sedimen lebih besar daripada suplai sedimen, maka bisa menyebabkan terjadinya kesenjangan yang begitu menyolok antara degradasi dan agradasi di lokasi dasar jalan air jembatan. Sehingga lubang gerusan (scour hole) pada abutmen maupun pilar jembatan akan lebih dalam bila tidak terdapat atau kurangnya suplai sedimen.
Demikian juga apabila tidak terdapat bangunan pengendali gerusan di sekitar abutmen ataupun pilar, maka dalamnya gerusan tidak bisa direduksi, se-hingga kedalaman gerusan bisa mencapai maksimum. Hal ini bisa menyebabkan rusaknya abutmen maupun pilar jembatan.
  • Pada Abutemen
Menurut Yulistianto dkk. (1998), Gerusan yang terjadi di sekitar abutmen jembatan adalah akibat sistem pusaran (vortex system) yang timbul karena aliran dirintangi oleh bangunan tersebut. Sistem pusaran yang menyebabkan lubang gerusan (scour hole), berawal dari sebelah hulu abutmen yaitu pada saat mulai timbul komponen aliran dengan arah aliran ke bawah, karena aliran yang datang dari hulu dihalangi oleh abutmen, maka aliran akan berubah arah menjadi arah vertikal menuju dasar saluran dan sebagian berbelok arah menuju depan abutmen selanjutnya diteruskan ke hilir.
Aliran arah vertikal ini akan terus menuju dasar yang selanjutnya akan membentuk pusaran. Di dekat dasar saluran komponen aliran berbalik arah vertikal ke atas, peristiwa ini diikuti dengan terbawanya material dasar sehingga terbentuk aliran spiral yang akan menyebabkan gerusan dasar. Hal ini akan terus berlanjut hingga tercapai keseimbangan.

PENULUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) Menggunakan Metode Maskigum

 


I.Pendahuluan
Penelusuran Banjir adalah suatu metode pendekatan untuk menentukan variasi debit terhadap waktu pada suatu titik pengamatan.

Tujuan Penelusuran Banjir:

1.      Untuk memprediksi banjir jangka pendek

2.      Untuk penggambaran hidrograf satuan berbagai titik di suatu sungai

3.      Untuk memperoleh karakteristik sungai setelah melewati palung

4.      Untuk menderivasi hidrograf sintetik

Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat waduk.

Pendekatan yang pertama adalah yang tidak didasarkan atas hukum-hukum hidrolika, sedangkan yang kedua menggunakan hukum-hukum hidrolika. Pada cara pertama, yang ditinjau hanyalah hukum kontinuitas, sedangkan persamaan keduanya didapatkan secara empirik dari pengamatan banjir. Pada cara kedua, aliran adalah tidak tetap yang berubah secara ruang (spatially varied unsteady flow), yang penelusurannya dilaksanakan secara simultan dari

ekspresi-ekspresi kontinuitas dan momentum. Penelusuran lewat waduk, yang penampungannya merupakan fungsi langsung dari aliran keluar (outflow), dapat diperoleh hasil yang lebih eksak.

Dalam studi hidrologi fluktuasi dan perjalanan gelombang debit aliran dari satu titik bagian hulu ke titik  berikutnya  di  bagian  hilir  dapat  diketahui  / diduga pola dan  waktu perjalanannya.   Metode itu biasa  dikenal  sebagai  metode  penelusuran  banjir (flood    routing)

Menurut    Soemarto    (1987) Penelusuran  banjir  adalah  merupakan  peramalan hidrograf  di  suatu  titik    pada  suatu  aliran  atau bagian  sungai  yang  didasarkan  atas  pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusur lewat palung sungai atau lewat waduk.

Penelusuran banjir dapat juga di artikan sebagai penyelidikan perjalanan banjir (flood  tracing).yang didefinisikan sebagai upaya prakiraan corak banjir pada bagian hilir berdasarkan corak  banjir di daerah hulu (sumbernya).

Oleh karena itu dalam kajian hidrologi penelusuran banjir (flood routing) dan penyelidikan banjir (flood tracing)  digunakan untuk peramalan banjir dan pengendalian banjir.  Untuk melakukan analisis penelusuran banjir  dihitung dengan menggunakan persamaan kinetic dan persamaan seri. Akan tetapi cara ini adalah perhitungan yang sangat sulit dan sangat lama  dikerjakan.

Oleh karena itu untuk keperluan praktek praktek perhitungan hidrologi digunakan cara Perhitungan yang lebih sederhana yaitu dengan  metode perhitungan persamaan seri dan persamaan penampungan. Salah satu cara / metode yang biasanya digunakan adalah metode  Muskingum (Sosrodarsono dan Takeda, 1980).

Penelusuran banjir dapat diterapkan atau dilakukan melalui / lewat dua bentuk kondisi  hidrologi, yaitu lewat palung sungai dan waduk. Penelusuran banjir lewat waduk hasil yang  diperoleh dapat lebih eksak (akurat) karena penampungannya adalah fungsi langsung dari  aliran keluar (outflow) . Dalam kajian ini penelusuran banjir dilakukan lewat palung sungai.


II. Metode Muskingum (Muskingum Method)


 Metode Muskingum adalah suatu cara perhitungan yang digunakan dalam penelusuran banjir dengan pendekatan hukum kontinyuitas.  Metode Muskingum menggunakan asumsi :

1.      Tidak ada anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau;

2.      Penambahan dan kehilangan air yang berasal dari air hujan, air tanah dan evaporasi semuanya  diabaikan.

Metode  ini  mengambil  dasar  dari  metode  simpanan  dengan  memperhatikan faktor geometri dan karakteristik hidrolis saluran dan sifat-sifat yang mengontrolnya.




Penulusuran banjir merupakan hitungan hidrograf banjir di suatu lokasi sungai yang didasarkan dengan hidrograf banjir di lokasi lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri dengan tujuan :

1.      Mengetahui hidrograf banjir suatu lokasi yang tidak mempunyai pengamatan muka air,

2.      Peramalan banjir jangka pendek,

3.      Perhitungan hidrograf banjir hilir berdasarkan hidrograf hulu.

    Salah satu metode penulusuran banjir secara hidrologi adalah dengan metode muskingum, yang dikembangkan pertama kali oleh US Army Corp Of Engineer dan Mc. Carthy, 1935 (dalam chow, 1964) untuk penulusuran banjir di sungai muskingum di negara bagian Ohio, Amerika Serikat.

Metode ini menerapkan parameter tampungan (K) dan faktor pembobot X dengan cara konvensional, baru kemudian menetapkan parameter penulusuran (Ci), dalam penulusuran ini di anggap tidak ada aliran lateral yang masuk.


Analisis Data Debit Banjir

   Dalam analisis untuk merumuskan persamaan kontinuitas, waktu t harus dibagi menjadi periode – periode delta t yang lebih kecil, yang di namakan periode pelacakan (routing periode), periode pelacakan ini harus dibuat lebih kecil dari waktu tempuh dalam bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode pelacakan delta t tersebut, puncak banjirnya tidak dapat menutup bagian memanjang sungai secara menyeluruh, persamaan kuantitas yang umum digunakan dalam pelacakan aliran atau banjir adalah


I  = D = dS/dt . . . . . . . . .

Dimana :

I           :Debit yang masuk kedalam permulaan bagian memanjang sungai (debit inflow).

D         : Debit yang keluar dari akhir bagian memanjang sungai (debit outflow)

dS        : besarnya tampungan (stroage) dalam bagian memanjang sungai

dt         : periode pelacakan (debit, jam dan hari)

kalau periode pelacakan diubah dari dt menjadi Delta, maka :

                                  I           =          (I1 + I2) / 2

                                  D         =          (D1 + D2) / 2

                                  dS        =          S1 – S2


dan rumus sebelumnya dapat diubah menjadi

                      (I1 + I2) / 2 + (D1 + D2) / 2 = S2 – S3 . . . . . .

    Dalam mana indeks – indeks 1 merupakan keadaan pada saat permulaan periode pelacakan, dan indeks – indeks 2 merupakan keadaan pada akhir periode pelacakan, dalam persamaan tersebut :

I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit masuk.

D1 dan S1 dapat diketahui dari periode sebelumnya.

D2 dan S2 tidak diketahui.

      Ini berarti diperlukan persamaan kedua, kesulitan tersebut dalam pelacakan banjir lewat bagian sungai ini terletak pada mendapatkan persamaan kedua ini. Pada pelacakan aliran melalui waduk, persamaan tersebut lebih sederhana yaitu D2 = f (S2),

Tetapi pada pelacakan melalui bagian sungai besarnya tampung tergantung dari debit masuk dan debit keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S dan D pada bagian sungai hanya berlaku untuk hal – hal yang khusus yang bentuknya yaitu :

S = K [x1 + (1 – x ) D ] ...........

K dan x di tentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing – masing di amati pada saat yang bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang sungai yang terpilih.

     Faktor x merupakan faktor penimbang yang besarnya berkisar antara 0 – 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan 0,3.

Karena x mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan D berdimensi debit, maka K harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).

[(I1 + I2) / 2] t – [(D1 + D2) / 2] t = S2 – S1

Dan

K [(I2 – I1) + ( 1 – x ) (D2 – D1) = S2 – S1

Dapat disederhanakan menjadi persamaan :

D2 = C0I2 + C1I1 + C2D1 . . . . .

Dengan :

C0       =  - ( Kx – 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )

C1       =  ( Kx + 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )

C2       =  ( K – Kx – 0,5t ) / ( K – Kx + 0,5t)

      Data yang diperoleh adalah data debit banjir dengan metode Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang diperoleh dari stasiun hujan. Konsep penelusuran banjir dengan metode Muskingum adalah konsep tampungan.

Ada 2 bagian tampungan yang akan terjadi akibat masukan (inflow) dan keluaran (outflow) pada sungai yaitu :


a)         Tampungan prismatik (Sp), dan

b)        Tampungan Baji (Sw)

Tampungan baji (Sw) terjadi pada saat gelombang dan debitnya selalu lebih besar dari debit keluaran, pada dasarnya cara Muskingum dinyatakan sebagai tampungan yang dinyatakan juga sebagai fungsi linear, secara garis besar fungsi linear tersebut dirumuskan sebagai berikut :

Sw = KX (I = O)                         

Sedangkan tampungan prismatik dirumuskan :

Sp = KO                                      

Dengan demikian maka :

S = Sw + Sp

               = KX ( I – O ) + KO

               = K [XI + ( I – X ) O]                   

Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

S = b/a [XI m/n + ( I – X ) O m/n ]

Dengan :

            b/a = K            : Tetapan Tampungan (Stroge Constant)

X                     : Faktor Pembobot untuk I dan O, dimana jika :

                        X         : 0, untuk penelusuran reservoir, tampungan tergantung dari   debit keluaran.

 X        : 0,5 . berarti bobot I dan O sama, untuk saluran uniform.

            m/n      : pada umumnya dianggap sama dengan satu.


Penentuan Konstanta-Konstanta penelusuran

                Dengan demikian persamaan 3 sama dengan persamaan 4. Perumusan persamaan dalam metode ini adalah persamaan kontiuntas yang umum di pakai dalam penelusuran banjir

:

I – O = S                                                  

Atau bila dinyatakan dalam waktu tertentu t , maka :

0,5 (I1 + I2 ) t – 0,5 (O1 + O2 ) t = S1 – S2

Sehingga dengan cara Muskingum persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan:

            O2 = C0 I2 + C1 I1 + C2 O1                           

Dengan :

C0 = (t – 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]                     

C1 = (t + 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]                    

C2 = [2K (1 – X) – t / [2K (1 – X ) + t]  

      Pemilihan di tetapkan sedemikian sehingga diperoleh hidrograf yang baik. Nilai biasanya di ambil :

2KX  ≤  t  ≤  K                                        

       Prinsip dasar penyelesaian perhitungan banjir dengan metode muskingum adalah kelengkapan data pengukuran debit pada bagian hulu dan hilir sungai yang di dapatkan pada waktu yang bersamaan.

Pengukuran ini sangat penting untuk mendapatkan nilai tampungan yang terjadi pada penampung sungai yang ditinjau, nilai ini yang akan digunakan untuk menentukan nilai X dan K, akan tetapi , dalam penelitian ini nilai X dan K tidak dihitung sesuai dengan perumusan yang ada karena ketiadaan data pengukuran debit pada bagian hilir sungai.

Nilai X dan K ditentukan dengan cara coba-coba dengan menetapkan range untuk kedua koefisien tersebut. X adalah nilai yang menunjukkan kemiringan suatu sungai , semakin curam kemiringannya maka nilai X semakin besar.

 Pada umunya nilai X berkisar antara 0,1 – 0,3 . sedangkan K adalah harga dengan satuan waktu dan juga disebut koefisien penampungan yang kira-kira sama dengan waktu perpindahan banjir dalam bagian sungai yang ditinjau. (Suyono Sosrodarsono).

Contoh perhitungan dengan metode Muskingum

Diketahui

Koefisien  tampungan, Yaitu perkiraan waktu perjalanan Air sungai (K)     = 2.3

Faktor pembobot, yanmg bervariasi antara 0 dan 0.5 (x)                               = 1.5

                                                                                                            Δt        = 1 Jam

Tabel Hasil Perhitungan







PENGERTIAN GELOMBANG

Gelombang merupakan kejadian yang biasa terjadi dalam kehidupan seharihari. Contohnya suara, gerakan tali gitar, riak-riak di kolam dan ombak di laut. Karakteristik gerakan gelombang :
  • Gelombang mentransfer gangguan dari satu bagian material ke bagian lainnya
  • Gangguan tersebut dirambatkan melalui material tanpa gerakan dari material tersebut (gabus hanya naik dan turun diatas riak, tetapi mengalami sangat sedikit perubahan bentuk dalam perjalanannya dalam kolam)
  • Gangguan tersebut dirambatkan tanpa ada perubahan dari bentuk gelombang ( riak menunjukkan sangat sedikit perubahan dalam perjalanannya dalam kolam)
  • Gangguan-gangguan tersebut dirambatkan dengan kecepatan yang tetap.
Jika material sendiri tidak dipindahkan /ditranspor oleh perambatan gelombang kemudian apa yang akan dipindahkan? Jawabannya “energi”, merupakan definisi yang tepat dari gerakan gelombang – sebuah proses dimana energi ditransporkan/ disebarkan melalui material tanpa perpindahan yang signifikan dari material itu sendiri. Jadi jika energi, bukan material yang dipindahkan, bagaimana kejadian alami dari pengamatan pergerakan ketika riak menjalar dalam kolam?

Ada dua aspek yang harus diperhatikan : Pertama perkembangan gelombang (yang telah dicatat), dan kedua, pergerakan partikel air. Pengamatan efek riak pada gabus menunjukkan bahwa partikel air bergerak keatas dan kebawah, tetapi pengamatan yang lebih dekat lagi mengungkapkan bahwa kedalaman air lebih besar daripada tinggi riak. Gabus digambarkan hampir bulat dalam bidang vertikal, sejajar dengan arah pergerakan gelombang.. Dalam pengertian lebih umum lagi, partikel dipindahkan dari posisi seimbang dan kemudian kembali ke posisi tersebut. Selanjutnya partikel-partikel tersebut mengalami perubahan gaya dan pemulihan kembali. Gaya gaya ini biasanya digunakan untuk menggambarkan jenis-jenis gelombang.

Pemasangan Bench Mark

 
  1. Pemasangan patok beton tambahan apabila BM (Bench Mark) yang ada pada setiap bangunan rusak / hilang (setiap bangunan yang ada mempunyai BM).
  2. Mengukur kembali semua ketinggian patok BM yang ada dan mengikatkan BM yang baru (x, y, z). Pelaksanaan pengukuran harus mengikuti standar perencanaan irigasi PT – 02 (bagian “pengukuran trace saluran”).
  3. Membuat daftar (register) BM lama dan baru serta membuat peta lokasi posisi dan ketinggiannya (x, y , z) serta sket peta lokasinya. Lokasi dan elevasi BM sebagai titik referensi, harus dicantumkan dalam daftar BM. Setiap perbedaan dalam elevasi dan koordinat BM lama dan baru harus dijelaskan dalam bab laporan mengenai survey dalam laporan akhir
  4. Pembuatan BM beton harus mengikuti spesifikasi yang dituangkan dalam Standar Perencanaan Irigasi PT – 02 (bagian “pengukuran trace saluran”). Pemberian tanda pengenal pada BM harus mendapat persetujuan tertulis dari Direksi Pekerja Konsultan harus bertanggung jawab terhadap pemasangan BM baru.

Penyebab Terjadinya Gelombang

1. Gelombang yang disebabkan oleh pasang surut

Gelombang pasang surut yang terjadi di suatu perairan yang diamati adalah merupakan penjumlahan dari komponen-komponen pasang yang disebabkan oleh gravitasi bulan, matahari, dan benda-benda angkasa lainnya yang mempunyai periode sendiri. Tipe pasang berbeda-beda dan sangat tergantung dari tempat dimana pasang itu terjadi (Cappenberg, 1992).

         Tipe pasang surut yang terjadi di Indonesia terbagi atas dua bagian yaitu tipe diurnal dimana terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari misalnya yang terjadi di Kalimantan dan Jawa Barat. Tipe pasang surut yang kedua yaitu semi diurnal, dimana pada jenis yang kedua ini terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, misalnya yang terjadi di wilayah Indonesia Timur

            Pasang surut atau pasang naik mempunyai bentuk yang sangat kompleks sebab dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hubungan pergerakan bulan dengan katulistiwa bumi, pergantian tempat antara bulan dan matahari dalam kedudukannya terhadap bumi, distribusi air yang tidak merata pada permukaan bumi dan ketidak teraturan konfigurasi kolom samudera
2. Gelombang yang disebabkan oleh badai atau puting beliung
Bentuk gelombang yang dihasilkan oleh badai yang terjadi di laut merupakan hasil dari cuaca yang tiba-tiba berubah menjadi buruk terhadap kondisi perairan. Kecepatan gelombang tinggi dengan puncak gelombang dapat mencapai 7 – 10 meter. Bentuk gelombang ini dapat menghancurkan pantai dengan vegetasinya maupun wilayah pantai secara keseluruhan (Pond and Picard, 1978).

3. Gelombang yang disebabkan oleh tsunami
 Gelombang tsunami merupakan bentuk gelombang yang dibangkitkan dari dalam laut yang disebabkan oleh adanya aktivitas vulkanis seperti letusan gunung api bawah laut, maupun adanya peristiwa patahan atau pergeseran lempengan samudera (aktivitas tektonik).  Panjang gelombang tipe ini dapat mencapai 160 Km dengan kecepatan 600-700 Km/jam.  Pada laut terbuka dapat mencapai 10-12 meter dan saat menjelang atau mendekati pantai tingginya dapat  bertambah bahkan dapat mencapai 20 meter serta dapat menghancurkan wilayah pantai dan membahayakan kehidupan manusia, seperti yang terjadi di Kupang tahun 1993 dan di Biak tahun 1995 yang menewaskan banyak orang serta menghancurkan ekosistem laut (Dahuri,1996)

4.Gelombang yang disebabkan oleh seiche
Gelombang seiche merupakan standing wave yang sering juga disebut sebagai gelombang diam atau lebih dikenal dengan jenis gelombang stasioner. Gelombang ini merupakan standing wave dari periode yang relatif panjang dan umumnya dapat terjadi di kanal, danau dan sepanjang pantai laut terbuka. Seiche merupakan hasil perubahan secara mendadak atau seri periode yang berlangsung secara berkala dalam tekanan atmosfir dan kecepatan angin (Pond and Picard, 1978).
Bhatt, (1978)
mengemukakan bahwa ada 4 jenis gelombang, antara lain :

a.   Gelombang Katastrofik

Gelombang ini adalah gelombang laut yang besar dan muncul secara tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas gempa bumi, gunung api, dan sebagainya. Gelombang katastrofik ini di namakan berdasarkan  akibat yang di timbulkannya yaitu mampu menghancurkan apa saja yang di temui. Gelombang ini juga sering disebut sebagai gelombang laut Seismik atau Tsunami.

b.   Gelombang Badai (strom Wave)

Gelombang ini adalah gelombang pasang laut tinggi yang ditimbulkan dari adanya hembusan angin kencang atau badai. Sering juga disebut sebagai Strom Suger. Gelombang badai ini dapat menyebabkan kerusakan yang besar untuk daerah pesisir.

c.   Gelombang Internal (Internal Wave)
Gelombang ini adalah gelombang yang terbentuk pada perbatasan antara 2 lapisan air yang berbeda densitas. Gelombang internal ini dapat ditemukan di bawah permukaan laut. Walaupun gelombang ini serupa dengan gelombang permukaan laut yang dibangkitkan oleh angin, namun keduanya mempunyai perbedaan dalam beberapa hal. Sebagai contoh, gelombang internal bergerak sangat lambat dan tidak dapat terdeteksi dengan mata, dan umumnya terjadi hanya dimana adanya variasi densitas. Gelombang ini mempunyai tinggi lebih besar dari pada gelombang permukaan.

d.   Gelombang Stasioner Standing Wave

Gelombang ini adalah bentuk gelombang laut yang di cirikan dengan tidak adanya gerakan gelombang yang merambat, yaitu permukaan air hanya bergerak naik turun saja. Umumnya ditemukan diperairan yang tertutup, misalnya pada danau, teluk atau kanal. Gelombang ini sering disebut juga gelombang diam atau seiche. Gelombang ini dihasilkan oleh badai yang digabungkan dengan kondisi atmosfir yang drastis. Gelombang stasioner dapat menghancurkan masa hidup suatu organisme dan dapat pula menyebabkan kerusakan daratan.