I.Pendahuluan
Penelusuran Banjir adalah suatu metode pendekatan untuk menentukan variasi debit terhadap waktu pada suatu titik pengamatan.
Tujuan Penelusuran Banjir:
1. Untuk memprediksi banjir jangka pendek
2. Untuk penggambaran hidrograf satuan berbagai titik di suatu sungai
3. Untuk memperoleh karakteristik sungai setelah melewati palung
4. Untuk menderivasi hidrograf sintetik
Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat waduk.
Pendekatan yang pertama adalah yang tidak didasarkan atas hukum-hukum hidrolika, sedangkan yang kedua menggunakan hukum-hukum hidrolika. Pada cara pertama, yang ditinjau hanyalah hukum kontinuitas, sedangkan persamaan keduanya didapatkan secara empirik dari pengamatan banjir. Pada cara kedua, aliran adalah tidak tetap yang berubah secara ruang (spatially varied unsteady flow), yang penelusurannya dilaksanakan secara simultan dari
ekspresi-ekspresi kontinuitas dan momentum. Penelusuran lewat waduk, yang penampungannya merupakan fungsi langsung dari aliran keluar (outflow), dapat diperoleh hasil yang lebih eksak.
Dalam studi hidrologi fluktuasi dan perjalanan gelombang debit aliran dari satu titik bagian hulu ke titik berikutnya di bagian hilir dapat diketahui / diduga pola dan waktu perjalanannya. Metode itu biasa dikenal sebagai metode penelusuran banjir (flood routing)
Menurut Soemarto (1987) Penelusuran banjir adalah merupakan peramalan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusur lewat palung sungai atau lewat waduk.
Penelusuran banjir dapat juga di artikan sebagai penyelidikan perjalanan banjir (flood tracing).yang didefinisikan sebagai upaya prakiraan corak banjir pada bagian hilir berdasarkan corak banjir di daerah hulu (sumbernya).
Oleh karena itu dalam kajian hidrologi penelusuran banjir (flood routing) dan penyelidikan banjir (flood tracing) digunakan untuk peramalan banjir dan pengendalian banjir. Untuk melakukan analisis penelusuran banjir dihitung dengan menggunakan persamaan kinetic dan persamaan seri. Akan tetapi cara ini adalah perhitungan yang sangat sulit dan sangat lama dikerjakan.
Oleh karena itu untuk keperluan praktek praktek perhitungan hidrologi digunakan cara Perhitungan yang lebih sederhana yaitu dengan metode perhitungan persamaan seri dan persamaan penampungan. Salah satu cara / metode yang biasanya digunakan adalah metode Muskingum (Sosrodarsono dan Takeda, 1980).
Penelusuran banjir dapat diterapkan atau dilakukan melalui / lewat dua bentuk kondisi hidrologi, yaitu lewat palung sungai dan waduk. Penelusuran banjir lewat waduk hasil yang diperoleh dapat lebih eksak (akurat) karena penampungannya adalah fungsi langsung dari aliran keluar (outflow) . Dalam kajian ini penelusuran banjir dilakukan lewat palung sungai.
II. Metode Muskingum (Muskingum Method)
Metode Muskingum adalah suatu cara perhitungan yang digunakan dalam penelusuran banjir dengan pendekatan hukum kontinyuitas. Metode Muskingum menggunakan asumsi :
1. Tidak ada anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau;
2. Penambahan dan kehilangan air yang berasal dari air hujan, air tanah dan evaporasi semuanya diabaikan.
Metode ini mengambil dasar dari metode simpanan dengan memperhatikan faktor geometri dan karakteristik hidrolis saluran dan sifat-sifat yang mengontrolnya.
Penulusuran banjir merupakan hitungan hidrograf banjir di suatu lokasi sungai yang didasarkan dengan hidrograf banjir di lokasi lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri dengan tujuan :
1. Mengetahui hidrograf banjir suatu lokasi yang tidak mempunyai pengamatan muka air,
2. Peramalan banjir jangka pendek,
3. Perhitungan hidrograf banjir hilir berdasarkan hidrograf hulu.
Salah satu metode penulusuran banjir secara hidrologi adalah dengan metode muskingum, yang dikembangkan pertama kali oleh US Army Corp Of Engineer dan Mc. Carthy, 1935 (dalam chow, 1964) untuk penulusuran banjir di sungai muskingum di negara bagian Ohio, Amerika Serikat.
Metode ini menerapkan parameter tampungan (K) dan faktor pembobot X dengan cara konvensional, baru kemudian menetapkan parameter penulusuran (Ci), dalam penulusuran ini di anggap tidak ada aliran lateral yang masuk.
Analisis Data Debit Banjir
Dalam analisis untuk merumuskan persamaan kontinuitas, waktu t harus dibagi menjadi periode – periode delta t yang lebih kecil, yang di namakan periode pelacakan (routing periode), periode pelacakan ini harus dibuat lebih kecil dari waktu tempuh dalam bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode pelacakan delta t tersebut, puncak banjirnya tidak dapat menutup bagian memanjang sungai secara menyeluruh, persamaan kuantitas yang umum digunakan dalam pelacakan aliran atau banjir adalah
I = D = dS/dt . . . . . . . . .
Dimana :
I :Debit yang masuk kedalam permulaan bagian memanjang sungai (debit inflow).
D : Debit yang keluar dari akhir bagian memanjang sungai (debit outflow)
dS : besarnya tampungan (stroage) dalam bagian memanjang sungai
dt : periode pelacakan (debit, jam dan hari)
kalau periode pelacakan diubah dari dt menjadi Delta, maka :
I = (I1 + I2) / 2
D = (D1 + D2) / 2
dS = S1 – S2
dan rumus sebelumnya dapat diubah menjadi
(I1 + I2) / 2 + (D1 + D2) / 2 = S2 – S3 . . . . . .
Dalam mana indeks – indeks 1 merupakan keadaan pada saat permulaan periode pelacakan, dan indeks – indeks 2 merupakan keadaan pada akhir periode pelacakan, dalam persamaan tersebut :
I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit masuk.
D1 dan S1 dapat diketahui dari periode sebelumnya.
D2 dan S2 tidak diketahui.
Ini berarti diperlukan persamaan kedua, kesulitan tersebut dalam pelacakan banjir lewat bagian sungai ini terletak pada mendapatkan persamaan kedua ini. Pada pelacakan aliran melalui waduk, persamaan tersebut lebih sederhana yaitu D2 = f (S2),
Tetapi pada pelacakan melalui bagian sungai besarnya tampung tergantung dari debit masuk dan debit keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S dan D pada bagian sungai hanya berlaku untuk hal – hal yang khusus yang bentuknya yaitu :
S = K [x1 + (1 – x ) D ] ...........
K dan x di tentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing – masing di amati pada saat yang bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang sungai yang terpilih.
Faktor x merupakan faktor penimbang yang besarnya berkisar antara 0 – 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan 0,3.
Karena x mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan D berdimensi debit, maka K harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).
[(I1 + I2) / 2] t – [(D1 + D2) / 2] t = S2 – S1
Dan
K [(I2 – I1) + ( 1 – x ) (D2 – D1) = S2 – S1
Dapat disederhanakan menjadi persamaan :
D2 = C0I2 + C1I1 + C2D1 . . . . .
Dengan :
C0 = - ( Kx – 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )
C1 = ( Kx + 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )
C2 = ( K – Kx – 0,5t ) / ( K – Kx + 0,5t)
Data yang diperoleh adalah data debit banjir dengan metode Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang diperoleh dari stasiun hujan. Konsep penelusuran banjir dengan metode Muskingum adalah konsep tampungan.
Ada 2 bagian tampungan yang akan terjadi akibat masukan (inflow) dan keluaran (outflow) pada sungai yaitu :
a) Tampungan prismatik (Sp), dan
b) Tampungan Baji (Sw)
Tampungan baji (Sw) terjadi pada saat gelombang dan debitnya selalu lebih besar dari debit keluaran, pada dasarnya cara Muskingum dinyatakan sebagai tampungan yang dinyatakan juga sebagai fungsi linear, secara garis besar fungsi linear tersebut dirumuskan sebagai berikut :
Sw = KX (I = O)
Sedangkan tampungan prismatik dirumuskan :
Sp = KO
Dengan demikian maka :
S = Sw + Sp
= KX ( I – O ) + KO
= K [XI + ( I – X ) O]
Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
S = b/a [XI m/n + ( I – X ) O m/n ]
Dengan :
b/a = K : Tetapan Tampungan (Stroge Constant)
X : Faktor Pembobot untuk I dan O, dimana jika :
X : 0, untuk penelusuran reservoir, tampungan tergantung dari debit keluaran.
X : 0,5 . berarti bobot I dan O sama, untuk saluran uniform.
m/n : pada umumnya dianggap sama dengan satu.
Penentuan Konstanta-Konstanta penelusuran
Dengan demikian persamaan 3 sama dengan persamaan 4. Perumusan persamaan dalam metode ini adalah persamaan kontiuntas yang umum di pakai dalam penelusuran banjir
:
I – O = S
Atau bila dinyatakan dalam waktu tertentu t , maka :
0,5 (I1 + I2 ) t – 0,5 (O1 + O2 ) t = S1 – S2
Sehingga dengan cara Muskingum persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan:
O2 = C0 I2 + C1 I1 + C2 O1
Dengan :
C0 = (t – 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]
C1 = (t + 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]
C2 = [2K (1 – X) – t / [2K (1 – X ) + t]
Pemilihan di tetapkan sedemikian sehingga diperoleh hidrograf yang baik. Nilai biasanya di ambil :
2KX ≤ t ≤ K
Prinsip dasar penyelesaian perhitungan banjir dengan metode muskingum adalah kelengkapan data pengukuran debit pada bagian hulu dan hilir sungai yang di dapatkan pada waktu yang bersamaan.
Pengukuran ini sangat penting untuk mendapatkan nilai tampungan yang terjadi pada penampung sungai yang ditinjau, nilai ini yang akan digunakan untuk menentukan nilai X dan K, akan tetapi , dalam penelitian ini nilai X dan K tidak dihitung sesuai dengan perumusan yang ada karena ketiadaan data pengukuran debit pada bagian hilir sungai.
Nilai X dan K ditentukan dengan cara coba-coba dengan menetapkan range untuk kedua koefisien tersebut. X adalah nilai yang menunjukkan kemiringan suatu sungai , semakin curam kemiringannya maka nilai X semakin besar.
Pada umunya nilai X berkisar antara 0,1 – 0,3 . sedangkan K adalah harga dengan satuan waktu dan juga disebut koefisien penampungan yang kira-kira sama dengan waktu perpindahan banjir dalam bagian sungai yang ditinjau. (Suyono Sosrodarsono).
Contoh perhitungan dengan metode Muskingum
Diketahui
Penelusuran Banjir adalah suatu metode pendekatan untuk menentukan variasi debit terhadap waktu pada suatu titik pengamatan.
Tujuan Penelusuran Banjir:
1. Untuk memprediksi banjir jangka pendek
2. Untuk penggambaran hidrograf satuan berbagai titik di suatu sungai
3. Untuk memperoleh karakteristik sungai setelah melewati palung
4. Untuk menderivasi hidrograf sintetik
Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat waduk.
Pendekatan yang pertama adalah yang tidak didasarkan atas hukum-hukum hidrolika, sedangkan yang kedua menggunakan hukum-hukum hidrolika. Pada cara pertama, yang ditinjau hanyalah hukum kontinuitas, sedangkan persamaan keduanya didapatkan secara empirik dari pengamatan banjir. Pada cara kedua, aliran adalah tidak tetap yang berubah secara ruang (spatially varied unsteady flow), yang penelusurannya dilaksanakan secara simultan dari
ekspresi-ekspresi kontinuitas dan momentum. Penelusuran lewat waduk, yang penampungannya merupakan fungsi langsung dari aliran keluar (outflow), dapat diperoleh hasil yang lebih eksak.
Dalam studi hidrologi fluktuasi dan perjalanan gelombang debit aliran dari satu titik bagian hulu ke titik berikutnya di bagian hilir dapat diketahui / diduga pola dan waktu perjalanannya. Metode itu biasa dikenal sebagai metode penelusuran banjir (flood routing)
Menurut Soemarto (1987) Penelusuran banjir adalah merupakan peramalan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusur lewat palung sungai atau lewat waduk.
Penelusuran banjir dapat juga di artikan sebagai penyelidikan perjalanan banjir (flood tracing).yang didefinisikan sebagai upaya prakiraan corak banjir pada bagian hilir berdasarkan corak banjir di daerah hulu (sumbernya).
Oleh karena itu dalam kajian hidrologi penelusuran banjir (flood routing) dan penyelidikan banjir (flood tracing) digunakan untuk peramalan banjir dan pengendalian banjir. Untuk melakukan analisis penelusuran banjir dihitung dengan menggunakan persamaan kinetic dan persamaan seri. Akan tetapi cara ini adalah perhitungan yang sangat sulit dan sangat lama dikerjakan.
Oleh karena itu untuk keperluan praktek praktek perhitungan hidrologi digunakan cara Perhitungan yang lebih sederhana yaitu dengan metode perhitungan persamaan seri dan persamaan penampungan. Salah satu cara / metode yang biasanya digunakan adalah metode Muskingum (Sosrodarsono dan Takeda, 1980).
Penelusuran banjir dapat diterapkan atau dilakukan melalui / lewat dua bentuk kondisi hidrologi, yaitu lewat palung sungai dan waduk. Penelusuran banjir lewat waduk hasil yang diperoleh dapat lebih eksak (akurat) karena penampungannya adalah fungsi langsung dari aliran keluar (outflow) . Dalam kajian ini penelusuran banjir dilakukan lewat palung sungai.
II. Metode Muskingum (Muskingum Method)
Metode Muskingum adalah suatu cara perhitungan yang digunakan dalam penelusuran banjir dengan pendekatan hukum kontinyuitas. Metode Muskingum menggunakan asumsi :
1. Tidak ada anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau;
2. Penambahan dan kehilangan air yang berasal dari air hujan, air tanah dan evaporasi semuanya diabaikan.
Metode ini mengambil dasar dari metode simpanan dengan memperhatikan faktor geometri dan karakteristik hidrolis saluran dan sifat-sifat yang mengontrolnya.
Penulusuran banjir merupakan hitungan hidrograf banjir di suatu lokasi sungai yang didasarkan dengan hidrograf banjir di lokasi lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri dengan tujuan :
1. Mengetahui hidrograf banjir suatu lokasi yang tidak mempunyai pengamatan muka air,
2. Peramalan banjir jangka pendek,
3. Perhitungan hidrograf banjir hilir berdasarkan hidrograf hulu.
Salah satu metode penulusuran banjir secara hidrologi adalah dengan metode muskingum, yang dikembangkan pertama kali oleh US Army Corp Of Engineer dan Mc. Carthy, 1935 (dalam chow, 1964) untuk penulusuran banjir di sungai muskingum di negara bagian Ohio, Amerika Serikat.
Metode ini menerapkan parameter tampungan (K) dan faktor pembobot X dengan cara konvensional, baru kemudian menetapkan parameter penulusuran (Ci), dalam penulusuran ini di anggap tidak ada aliran lateral yang masuk.
Analisis Data Debit Banjir
Dalam analisis untuk merumuskan persamaan kontinuitas, waktu t harus dibagi menjadi periode – periode delta t yang lebih kecil, yang di namakan periode pelacakan (routing periode), periode pelacakan ini harus dibuat lebih kecil dari waktu tempuh dalam bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode pelacakan delta t tersebut, puncak banjirnya tidak dapat menutup bagian memanjang sungai secara menyeluruh, persamaan kuantitas yang umum digunakan dalam pelacakan aliran atau banjir adalah
I = D = dS/dt . . . . . . . . .
Dimana :
I :Debit yang masuk kedalam permulaan bagian memanjang sungai (debit inflow).
D : Debit yang keluar dari akhir bagian memanjang sungai (debit outflow)
dS : besarnya tampungan (stroage) dalam bagian memanjang sungai
dt : periode pelacakan (debit, jam dan hari)
kalau periode pelacakan diubah dari dt menjadi Delta, maka :
I = (I1 + I2) / 2
D = (D1 + D2) / 2
dS = S1 – S2
dan rumus sebelumnya dapat diubah menjadi
(I1 + I2) / 2 + (D1 + D2) / 2 = S2 – S3 . . . . . .
Dalam mana indeks – indeks 1 merupakan keadaan pada saat permulaan periode pelacakan, dan indeks – indeks 2 merupakan keadaan pada akhir periode pelacakan, dalam persamaan tersebut :
I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit masuk.
D1 dan S1 dapat diketahui dari periode sebelumnya.
D2 dan S2 tidak diketahui.
Ini berarti diperlukan persamaan kedua, kesulitan tersebut dalam pelacakan banjir lewat bagian sungai ini terletak pada mendapatkan persamaan kedua ini. Pada pelacakan aliran melalui waduk, persamaan tersebut lebih sederhana yaitu D2 = f (S2),
Tetapi pada pelacakan melalui bagian sungai besarnya tampung tergantung dari debit masuk dan debit keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S dan D pada bagian sungai hanya berlaku untuk hal – hal yang khusus yang bentuknya yaitu :
S = K [x1 + (1 – x ) D ] ...........
K dan x di tentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing – masing di amati pada saat yang bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang sungai yang terpilih.
Faktor x merupakan faktor penimbang yang besarnya berkisar antara 0 – 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan 0,3.
Karena x mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan D berdimensi debit, maka K harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).
[(I1 + I2) / 2] t – [(D1 + D2) / 2] t = S2 – S1
Dan
K [(I2 – I1) + ( 1 – x ) (D2 – D1) = S2 – S1
Dapat disederhanakan menjadi persamaan :
D2 = C0I2 + C1I1 + C2D1 . . . . .
Dengan :
C0 = - ( Kx – 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )
C1 = ( Kx + 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )
C2 = ( K – Kx – 0,5t ) / ( K – Kx + 0,5t)
Data yang diperoleh adalah data debit banjir dengan metode Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang diperoleh dari stasiun hujan. Konsep penelusuran banjir dengan metode Muskingum adalah konsep tampungan.
Ada 2 bagian tampungan yang akan terjadi akibat masukan (inflow) dan keluaran (outflow) pada sungai yaitu :
a) Tampungan prismatik (Sp), dan
b) Tampungan Baji (Sw)
Tampungan baji (Sw) terjadi pada saat gelombang dan debitnya selalu lebih besar dari debit keluaran, pada dasarnya cara Muskingum dinyatakan sebagai tampungan yang dinyatakan juga sebagai fungsi linear, secara garis besar fungsi linear tersebut dirumuskan sebagai berikut :
Sw = KX (I = O)
Sedangkan tampungan prismatik dirumuskan :
Sp = KO
Dengan demikian maka :
S = Sw + Sp
= KX ( I – O ) + KO
= K [XI + ( I – X ) O]
Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
S = b/a [XI m/n + ( I – X ) O m/n ]
Dengan :
b/a = K : Tetapan Tampungan (Stroge Constant)
X : Faktor Pembobot untuk I dan O, dimana jika :
X : 0, untuk penelusuran reservoir, tampungan tergantung dari debit keluaran.
X : 0,5 . berarti bobot I dan O sama, untuk saluran uniform.
m/n : pada umumnya dianggap sama dengan satu.
Penentuan Konstanta-Konstanta penelusuran
Dengan demikian persamaan 3 sama dengan persamaan 4. Perumusan persamaan dalam metode ini adalah persamaan kontiuntas yang umum di pakai dalam penelusuran banjir
:
I – O = S
Atau bila dinyatakan dalam waktu tertentu t , maka :
0,5 (I1 + I2 ) t – 0,5 (O1 + O2 ) t = S1 – S2
Sehingga dengan cara Muskingum persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan:
O2 = C0 I2 + C1 I1 + C2 O1
Dengan :
C0 = (t – 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]
C1 = (t + 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]
C2 = [2K (1 – X) – t / [2K (1 – X ) + t]
Pemilihan di tetapkan sedemikian sehingga diperoleh hidrograf yang baik. Nilai biasanya di ambil :
2KX ≤ t ≤ K
Prinsip dasar penyelesaian perhitungan banjir dengan metode muskingum adalah kelengkapan data pengukuran debit pada bagian hulu dan hilir sungai yang di dapatkan pada waktu yang bersamaan.
Pengukuran ini sangat penting untuk mendapatkan nilai tampungan yang terjadi pada penampung sungai yang ditinjau, nilai ini yang akan digunakan untuk menentukan nilai X dan K, akan tetapi , dalam penelitian ini nilai X dan K tidak dihitung sesuai dengan perumusan yang ada karena ketiadaan data pengukuran debit pada bagian hilir sungai.
Nilai X dan K ditentukan dengan cara coba-coba dengan menetapkan range untuk kedua koefisien tersebut. X adalah nilai yang menunjukkan kemiringan suatu sungai , semakin curam kemiringannya maka nilai X semakin besar.
Pada umunya nilai X berkisar antara 0,1 – 0,3 . sedangkan K adalah harga dengan satuan waktu dan juga disebut koefisien penampungan yang kira-kira sama dengan waktu perpindahan banjir dalam bagian sungai yang ditinjau. (Suyono Sosrodarsono).
Contoh perhitungan dengan metode Muskingum
Diketahui
Koefisien tampungan, Yaitu perkiraan waktu perjalanan Air sungai (K) = 2.3
Faktor pembobot, yanmg bervariasi antara 0 dan 0.5 (x) = 1.5
Δt = 1 Jam
Tabel Hasil Perhitungan
No comments:
Write komentar