Air tanah merupakan sumber air yang sangat penting bagi makhluk hidup. Air tanah tersebut tersimpan dalam lapisan yang disebut akuifer. Akuifer merupakan sumber air tanah yang sangat penting. Akuifer tersebut dapat dijumpai pada dataran pantai, daerah kaki gunung, lembah antar pegunungan, dataran aluvial dan daerah topografi karst.
Pemakaian air tanah harus mempertimbangkan faktor kelestarian air tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu cara mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan sumur resapan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan sumur resapan adalah:
Pemakaian air tanah harus mempertimbangkan faktor kelestarian air tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu cara mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan sumur resapan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan sumur resapan adalah:
- Dapat menambah jumlah air tanah.
- Mengurangi jumlah limpasan. Infiltrasi diperlukan untuk menambah jumlah air yang masuk kedalam tanah dengan demikian maka fluktuasi muka air tanah pada waktu musim hujan dan kemarau tidak terlalu tajam.
Adanya sumur resapan akan memberikan dampak berkurangnya limpasan permukaan. Air hujan yang semula jatuh keatas permukaan genteng tidak langsung mengalir ke selokan atau halaman rumah tetapi dialirkan melalui seng terus ditampung kedalam sumur resapan. Akibat yang bisa dirasakan adalah air hujan tidak menyebar ke halanman atau selokan sehingga akan mengurangi terjadinya limpasan permukaan.
Pemasangan sumur resapan dapat dilakukan dengan model tunggal dan komunal. Maksud sumur resapan model tunggal adalah satu sumur resapan digunakan untuk satu rumah, sedangkan yang komunal satu sumur resapan digunakan secara bersama-sama untuk lebih dari satu rumah.Secara umum ketersediaan air di Indonesia masih aman. Diperkirakan sampai tahun 2000 kebutuhan air hanya 15 % dari air yang tersedia. Namun imbangan tersebut tidak terdistribusi secara merata di setiap tempat di Indonesia, mengingat faktor demografi maupun perbedaan karakter hidrologi. Pulau Jawa dan Madura, misalnya, pada tahun 1980 telah mencapai suatu keadaan dimana kebutuhan dan ketersediaan air seimbang, bahkan saat sekarang ( 1998 ) sudah terjadi ketimpangan yaitu kebutuhan 1,5 kali air tersedia
Pembangunan perkotaan pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk di daerah perkotaan itu sendiri. Akan tetapi pembangunan tersebut membawa dampak negatif yang antara lain berupa semakin berkurangnya daerah terbuka yang berfungsi sebagai daerah peresapan air, timbulnya pemukiman-pemukiman ilegal di sepanjang saluran / sungai, lahan yang ambles (land subsidence) karena pengambilan air tanah (discharge) yang melebihi besarnya imbuhan air tanah (recharge), ataupun intrusi air laut yang disebabkan oleh pengambilan air tanah yang melebihi recharge.
Mengingat teknik konservasi dan pola penggunaan air serta pertambahan penduduk tidak dapat diciptakan dalan waktu yang singkat, maka pemikiran ke arah tersebut perlu segera ditangani secara dini.
A.Pengendalian Limpasan Air Di Daerah Perkotaan
Konsep lama dalam penanganan drainase perkotaan adalah mengusahakan agar air cepat dialirkan ke bagian hilir dari daerah yang tergenang dan akhirnya dibuang ke sungai, waduk ataupun laut. Konsekuensi dari penerapan konsep tersebut adalah pemborosan sumber daya air yang sangat berharga. Untuk kota-kota metropolitan yang sudah sangat padat dan investasi di dalam kota sudah sangat tinggi, pemerintah daerah setempat terpaksa harus membuat reservoir bawah tanah di beberapa tempat yang biayanya sangat mahal.
Dorongan untuk menyesuaikan konsep penanganan tersebut makin besar setelah sebagian masyarakat sadar bahwa air di daerah perkotaan merupakan sumber daya yang semakin lama dirasakan semakin langka sehingga perlu dilestarikan. Pengendalian limpasan air hujan merupakan salah satu cara untuk melestarikan air hujan yang jatuh di daerah perkotaan.
Pengendalian limpasan air dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu cara “retensi” dan “infiltrasi”. Cara retensi dibagi menjadi dua macam, yaitu “off site retention”, misalnya pembuatan kolam atau waduk dan “on site retention”, misalnya retensi pada atap bangunan, taman, tempat parkir, lapangan terbuka, halaman rumah.
Cara “infiltrasi” yaitu dengan pembuatan imbuhan buatan pada area tertentu yang bentuknya berupa sumur resapan, parit resapan, wilayah resapan, perkerasan yang lolos air. Namun dalam hal ini harus ada persyaratan bahwa air yang diinfiltrasikan tidak boleh air yang sudah tercemar.
Di negara-negara maju cara infiltrasi dalam rangka penyempurnaan sistem drainase perkotaan menjadi obyek riset para peneliti di lingkungan perguruan tinggi dan instansi pemerintah. Sektor industri konstruksi Jepang, misalnya, telah mendukung pengalakan cara infiltrasi dengan membuat produk baru berupa “pipa beton porous”. Efektifitas infiltrasi tergantung dari permeabilitas tanah dan kedalaman permukaan air tanah. Menurut penelitian di Jepang oleh Yasuhiko Wada dan Hiroyuki Miura diperoleh kesimpulan bahwa bila kedalaman permukaan air tanah berada di sekitar 1 meter dari dasar bangunan atau fasilitas infiltrasi, maka kapasitas infiltrasi masih dipengaruhi oleh kedalaman permukaan air tanah.
B.. Sistem Drainase Yang Berwawasan Lingkungan
Berbagai usaha telah dilaksanakan dalam rangka konservasi sumber daya air seperti reboisasi, terasering, teknik bertanam yang baik, penanganan daerah aliran sungai. Namun satu hal yang masih belum dilaksanakan adalah usaha meresapkan air hujan secara buatan ke dalam tanah yang dikenal sekarang dengan istilah “Sistem Drainase yang Berwawasan Lingkungan” atau SDBL.
Penerapan SDBL pada daerah perkotaan dikenal dengan “Sistem Drainase Perkotaan yang Berwawasan Lingkungan” atau SDPDL. Prinsip dasar dari SDPDL adalah mengendalikan kelebihan air permukaan sedemikian rupa sehingga air limpasan dapat mengalir secara terkendali dan lebih banyak mendapat kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Dengan debit pengaliran yang terkendali dan semakin bertambahnya air hujan yang dapat meresap ke dalam tanah, maka kondisi air tanah akan semakin baik dan dimensi bangunan prasarana drainase perkotaan dapat direncanakan dengan lebih efisien.
Pendekatan Dasar SDPBL ditinjau dari :
- Sifat hidrologi untuk negara maju pada umumnya secara geografis terletak pada daerah sub tropis mendapatkan bahwa air yang sebagai salju tidak akan segera mengalir hingga akan banyak waktu meresap ke dalam tanah, disamping distribusi hujan tahun yang tidak merata dibanding di Indonesia. Hujan yang terjadi di Indonesia cukup lama yaitu selama selang 6 bulan, dan ini memberikan kemungkinan air lebih banyak terserap ke dalam tanah.
- Segi sosial ekonomi ( segi konsumsi air dari hasil tadah hujan ), penduduk negara tropis mempunyai dimensi jauh lebih besar karena sistem huniannya cenderung individual dan berlantai tunggal ( luas atap/perkerasan permukaan tanah di Indonesia 20 - 35 m2/kapita, sedangkan negara maju hanya sekitar seperempatnya). Dengan demikian air yang dapat diresapkan akan lebih besar untuk jumlah penduduk yang sama.
Penerapan SDPBL dapat dimulai pada pembangunan kawasan permukiman, perkantoran, atau industrial estate baru dengan mewajibkan developer untuk membuat berbagai macam retensi ( misalnya kolam atau waduk ) atau infiltrasi (misalnya sumur atau parit resapan). Biaya pembangunan fasilitas retensi dan infiltrasi tersebut dapat di kompensasi dengan pengurangan penggunaan lahan. Dengan demikian sumber air tanah akan terpelihara dan kawasan akan bertambah asri.
C.Pengertian Sumur Resapan
Sumur resapan berfungsi memberikan imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. Sasaran lokasi adalah daerah peresapan air di kawasan budidaya, permukiman, perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olah raga serta fasilitas umum lainnya.
D.Manfaat Sumur Resapan
1. Mengurangi aliran permukaan sehingga dapat mencegah / mengurangi terjadinya banjir dan genangan air.
2. Mempertahankan dan meningkatkan tinggi permukaan air tanah.
3. Mengurangi erosi dan sedimentasi
4. Mengurangi / menahan intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan kawasan pantai
5. Mencegah penurunan tanah (land subsidance)
6. Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.
Sumber>>>berbagai sumber
No comments:
Write komentar