Advertisement

Pengendalian Banjir

Pengendalian banjir merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya air yang lebih spesifik untuk mengendalikan debit banjir umumnya melalui dam pengendali banjir, atau peningkatan sistem pembawa (sungai, drainase) dan pencegahan hal yang berpotensi merusak dengan cara mengelola tata guna lahan dan daerah banjir (flood plains). Perencanaan pengendalian banjir ini diutamakan untuk mengoptimalkan kapasitas saluran dan meminimalkan debit yang mengalir melalui sungai dan saluran sehingga air sungai tidak meluap di titik-titik yang rawan banjir dan debit yang keluar dilaut diharapkan tidak mengalami perubahan yang drastis.

Untuk mengurangi resiko terjadinya kerusakan dan kerugian akibat banjir dibutuhkan upaya pengendalian banjir yang dapat segera direalisasikan di lapangan, antara lain melalui penanganan jangka pendek dengan bangunan pengendali banjir atau pengendalian banjir secara struktural. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana mendapatkan upaya penanganan yang efektif dengan dampak negatif yang minimal terhadap kegiatan pemanfaatan sungai lainnya. 

Solusi yang bisa dilakukan adalah melalui kajian kondisi eksisting sungai dan karakteristik banjirnya untuk menentukan ruas  sungai yang rawan banjir guna penetapan prioritas penanganan dan kajian terhadap alternatif rencana pengendalian banjir yang ada untuk menentukan rencana yang optimal. Penentuan rencana yang optimal dilakukan berdasarkan kelayakan hidraulika, dalam hal ini keamanan dalam mengalirkan debit banjir rancangan yang terkait dengan profil muka air dan kecepatannya, serta dampak rencana penanganan tersebut terhadap kegiatan pemanfaatan sungai. 

Upaya pengendalian banjir dilakukan untuk mengurangi besarnya kerugian akibatbanjir, antara lain : pengendalian dengan bangunan (structural method) dan dengan pengaturan yang sifatnya tidak membuat bangunan fisik (non structural method). Pengendalian banjir secara struktural pada prinsipnya dilakukan dengan cara membangun struktur atau bangunan air yang dapat meningkatkan kapasitas pengaliran penampang sungai atau mengurangi debit banjir yang mengalir. Alternatif pengendalian banjir dipilih sesuai dengan situasi, kondisi dan kebijakan yang ada terutama menyangkut program penanganannya. Alternatif penanganan adalah mencegah meluapnya banjir sampai ketinggian tertentu dengan tanggul atau merendahkan elevasi muka air banjir dengan normalisasi atau sudetan.

SEDIMEN

 

Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan oleh air, angin atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Semua batuan hasil pelapukan dan pengikisan yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi batuan sedimen.
Sedimentasi ini terjadi melalui proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin,es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser.
Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya. pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi membuat terjadinya sedimentasi.
Meningkatnya aktivitas manusia akhir-akhir ini di sepanjang aliran sungai telah memberi pengaruh terhadap ekosistem muara. Kegiatan yang memberikan dampak terhadap muara tersebut antara lain penebangan hutan di bagian hulu. Kegiatan ini menyebabkan meningkatnya pengikisan tanah di sepanjang aliran sungai. Sebagai dampaknya jumlah sedimen di dalam sungai (suspended solid) bertambah dan menyebabkan pendangkalan. Faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi yang terjadi di muara antara lain aktivitas gelombang dan pola arus.
Menurut Dibyosaputra (1997: 65) besar kecilnya sedimen di daerah sungai ditentukan melalui transportasi sungai yang disebabkan oleh adanya kekuatan aliran sungai yang sering dikenal dengan istilah kompetensi sungai (stream competency), yaitu kecepatan aliran tertentu yang mampu mengangkut sedimen dengan diameter tertentu. Dengan kata lain bahwa besarnya sedimen yang terangkat tergantung pada :
a.       Debit sungai
b.      Material sedimen
c.       Kecepatan aliran.
Dengan kekuatan aliran dan faktor lainnya maka ada tiga bentuk/macam sedimen yang terangkut yaitu:
a.       Muatan terlarut (dissolved load)
b.      Muatan tersuspensi (suspended load)
c.       Muatan dasar (bed load)
Pada saat sungai banjir, maka hydraulic action dapat melepas dan mengangkut material sedimen dalam jumlah besar. Tidak hanya dari dsarnya saja tetapi juga menggerus material sepanjang tebing atau tanggul sungai. Akibatnya tanggul sungai mengalami kerusakan dan terjadilah nendatan  atau slumping (Dibyosaputra,1997: 65).
Menurut Anonim (2011) Sedimen yang dalam jangka waktu yang lama mengalami pembatuan atau disebut dengan istilah batuan sedimen, yaitu suatu batuan yang terbentuk dari hasil proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik. Proses terjadinya batuan sedimen dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.    Secara mekanik
Terbentuk dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen batuan. Faktor-faktor yang penting yang mempengaruhi sedimentasi secara mekanik antara lain :
•    Sumber material batuan sedimen :
Sifat dan komposisi batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh material-material asalnya. Komposisi mineral-mineral batuan sedimen dapat menentukan waktu dan jarak transportasi, tergantung dari presentasi mineral-mineral stabil dan nonstabil.

•    Lingkungan pengendapan :
Secara umum lingkungan pengendapan dibedakan dalam tiga bagian yaitu: Lingkungan Pengendapan Darat, Transisi dan Laut. Ketiga lingkungan pengendapan ini, dimana batuan yang dibedakannya masing-masing mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu.

•    Pengangkutan (transportasi) :
Media transportasi dapat berupa air, angin maupun es, namun yang memiliki peranan yang paling besar dalam sedimentasi adalah media air. Selama transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material sedimen seperti ukuran bentuk dan roundness. Dengan adanya pemilahan dan pengikisan terhadap butir-butir sedimen akan memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuan sedimen.

•    Pengendapan :
Pengendapan terjadi bilamana arus/gaya mulai menurun hingga berada di bawah titik daya angkutnya. Ini biasa terjadi pada cekungan-cekungan, laut, muara sungai, dll.
•    Kompaksi :
Kompaksi terjadi karena adanya gaya berat/gravitasi dari material-material sedimen sendiri, sehingga volume menjadi berkurang dan cairan yang mengisi pori-pori akan bermigrasi ke atas.

•    Lithifikasi dan Sementasi :
Bila kompaksi meningkat terus menerus akan terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen. Sehingga meningkat ke proses pembatuan (lithifikasi), yang disertai dengan sementasi dimana material-material semen terikat oleh unsur-unsur/mineral yang mengisi pori-pori antara butir sedimen.

•    Replacement dan Rekristalisasi :
Proses replacement adalah proses penggantian mineral oleh pelarutan-pelarutan kimia hingga terjadi mineral baru. Rekristalisasi adalah perubahan atau pengkristalan kembali mineral-mineral dalam batuan sedimen, akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang relatif rendah.
•    Diagenesis :
Diagenesis adalah perubahan yang terjadi setelah pengendapan berlangsung, baik tekstur maupun komposisi mineral sedimen yang disebabkan oleh kimia dan fisika.

b. Secara Kimia dan Organik
Terbentuk oleh proses-proses kimia dan kegiatan organisme atau akumulasi dari sisa skeleton organisme. Sedimen kimia dan organik dapat terjadi pada kondisi darat, transisi, dan lautan, seperti halnya dengan sedimen mekanik.
Masing-masing lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan biologis parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu sedimen dicirikan oleh tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu kepada badan-badan khusus seperti endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik dibedakan oleh lithologic, struktural, dan karakteristik organik terdeteksi di lapangan.
Sebuah bentuk sedimen dengan demikian unit batu itu, karena deposisi dalam lingkungan tertentu, memiliki pengaturan karakteristik properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik seperti warna, lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan depositional menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari bentuk sedimen yang pada gilirannya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan deposional.
Klasifikasi sedimen pada umumnya dilakukan berdasarkan ukuran dan komposisinya. Berdasarkan ukuran butirnya, sedimen dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan ukuran diameter butirnya yang kemudian ditetapkan dalam ukuran skala tertentu. Klasifikasi ukura butir yang paling umum dan dijadikan standar adalah klasifikasi ukuran butir sedimen oleh Wentworth. Sedangkan dari komposisinya, sedimen diklasifikasikan berdasarkan batuan asalnya, komposisi mineral dan komposisi kimianya.


2. Pembentukan Sedimen
Sedimen sebagai material padat alami yang bersifat lepas terbentuk dari pecahan partikel batuan yang telah ada sebelumnya. Proses pelepasan partikel batuan menjadi sedimen umumnya disebut pelapukan. Dalam bukunya Sedimentology and Stratigraphy(2009), Gary Nichols membedakan proses pelapukan menjadi 2 jenis, yaitu pelapukan fisika dan pelapukan kimiawi.

Pelapukan Fisik dan Kimiawi

Selain dari pelapukan batuan secara langsung, proses sedimen juga dapat terbentuk oleh faktor biologis yang terjadi pada permukaan batuan, proses ini akan menghasilkan tanah, dimana dalam pengertiannya secara geologis tanah adalah material sedimen lepas yang tidak atau belum mengalami proses transportasi.

Profil perkembangan pembentukan tanah

Proses selanjutnya dari pembentukan sedimen adalah erosi. Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristikhujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi (wikipedia.org).
Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. Dalam prosesnya, jenis erosi yang membentuk sedimen bermacam-macam dan dapat terjadi baik di darat maupun dibawah permukaan air, tergantung mekanisme dan jenis media yang mengerosi batuan tersebut.

Jenis-jenis erosi batuan

3. Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Proses sedimentasi ini mencakup pelapukan, erosi, transportasi sedimen hingga pengendapannya.

A. Pelapukan dan Erosi
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Di alam pada umumnya ke tiga jenis pelapukan (fisik, kimiawi dan biologis) itu bekerja bersama-sama, namun salah satu di antaranya mungkin lebih dominan dibandingkan dengan lainnya. Berdasarkan pada proses yang dominan inilah maka pelapukan batuan dapat dibagi menjadi pelapukan fisik, kimia dan biologis. Pelapukan merupakan proses proses alami yang menghancurkan batuan menjadi tanah. Berdasrkan faktor utama pengontrolnya, pelapukan secara umum dibagi menjadi :
•    Pelapukan biologi merupakan pelapukan yang disebabkan oleh makhluk hidup. contoh: tumbuhnya lumut, akar pepohonan, dan hewan yang tinggal didalamnya.
•    Pelapukan fisika merupakan pelapukan yang disebabkan oleh perubahan suhu atau iklim dan terjadi karena proses disagregasi atau penguraian partikel-partikel batuan. contoh : perubahan cuaca, tetean hujan dan sebagainya.
•    Pelapukan kimia merupakan pelapukan yang disebabkan oleh tercampurnya batuan dengan zat - zat kimia yang menyebabkan terjadinya proses dekomposisi atau perubahan komposisi kimia batuan. contoh: reaksi batuan dengan fluida hidrotermal.

Pada proses pelapukan, pertikel batuan akan terlepas dari ikatannya hingga kemudian akan dapat terpisah dan mengalami erosi. Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, gerakan pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.

B. Transportasi Sediment
Kebanyakan proses transportasi sedimen alami terjadi di dalam media fluida yang merupakan suatu sistem yang berisi campuran antara padat dan cair atau padat dan gas. Material – material padat akan terurai menjadi partikel – partikel, dan media fluida akan mentransport partikel –partikel tersebut. Jika material padat lebih kecil, cairan tersebut dapat merekat dan menjadi lebih padat dari fluida murni.
Partikel yang lebih kasar mungkin tidak bercampur dalam fluida tapi mungkin akan bertindak sebagai penghalang arus. Akhirnya, partikel berukuran sedang berinteraksi secara alami dengan arus dan tetap di gerakan oleh arus. Secara umum terdapat 2 jenis aliran di dalam fluida yaitu :
1.    Aliran laminar yaitu dimana air mengalir begitu saja tanpa ada penghalang dimana ”shear stress” antara molekul H2O membentuk vektor – vektor kecepatan.
2.    Aliran turbulen, yaitu dimana vektor – vektor kecepatan terhalang oleh material menyebabkan aliran bergerak secara acak kesegala arah.


Aliran laminar dan aliran turbulen

Arus di alam pada dasarnya terdiri atas dua tipe (Allen, Lang, dan Kassen , 2002), yaitu:
1.    Arus traksi, dimana fluida sebagai subyek dari perbedaan tekanan karena perbedaan gradien hidraulik. Contoh paling umum adalah pada sungai, dimana aliran timbul karena dasar permukaan yang miring.
Pasang surut dan gelombang dapat menimbulkan aliran arus dimana permukaan air sebagai subyek dari kemiringan. Sehingga yang memicu arus traksi adalah kemiringan lereng dari permukaan air, dan kecepatan arus yang setara dengan kemiringan .
2.    Arus gravitasi/densitas, sedimen yang teronggok pada suatu lereng dapat secara tiba – tiba meluncur akibat sentakan pada lereng yang tidak stabil, kemudian dengan kecepatan tinggi bercampur air menjadi sutau aliran padat density current. Yang penting disini partikel – partikel sedimen bergerak tanpa benturan atau seretan air, tetapi inertia. ( Energi potensial atau gravity dirubah menjadi energi kinetis), (Sanders, 1965), dan pengendapan terjadi setelah energi kinetis habis, misalnya ditempat datar, lekuk- lekukan. Arus densitas ini terutama terjadi di laut, dan merupakan mekanisme penting dalam mentransfer sedimen daerah – daerah bathyal dan abysal. Namun arus ini juga bisa terjadi pada daerah – daerah yang memiliki kemiringan lereng yang tajam seperti pada dinding danau yang terbentuk oleh sesar.

Model arus traksi dan arus densitas yang umum di alam (Allen, 1978).

Transport sedimen bisa terdiri atas satu atau dua mekanisme (Allen, Lang, dan Kassen , 2002),
    Transport oleh bedload,
Butir hampir selalu berada di dasar dan butir bergerak dengan cara mengelinding, merayap dan melompat dengan cara saling bertubrukan antar butir yang dipicu oleh aliran fluida (Allen, Lang, dan Kassen , 2002).
Rayapan permukaan, umumnya hadir pada butir dengan ukuran kasar. Perilaku butir merayap didasar dan saling berbenturan dengan butiran lainnya. Ini sangat erat hubungannya saltasi, butir bergerak dipicu oleh energi fluida sehingga bergerak di sepanjang dasar dari channel dengan cara melompat dan berbenturan satu sama lain dengan energi dari arus untuk menstransportkan dan posisi conto terutama pada bagian porsi yang lebih dalam dari channel (Visher, 1969). Pada kondisi ini, umumnya akan terbentuk struktur sedimen silang siur (cross bedding), dune hingga mega dune.


    Transport oleh suspended load,
Butir bergerak dan mengambang dengan arah yang acak akibat dari arus turbulen yang kuat. Kecepatan aliran sangat penting agar sedimen tetap tertransport secara suspensi, dimana ukuran butir sebanding dengan kecepatan aliran. Partikel sedimen yang tertransport oleh suspensi tergantung dari kuat-lemahnya turbulen, sehingga perpotongan antara populasi suspensi dengan populasi bedload (saltasi dan rayapan permukaan) akan mencerminkan energi pada suatu lingkungan dan kondisi lingkungan saat pengendapan. Kecepatan aliran yang tinggi dapat mentransport butiran yang lebih kasar. Sedimen kohesif (< 0.1 – 0.2 mm) umumnya tertransport secara suspensi (Allen, Lang, dan Kassen , 2002; Lane, 1938). 
Pada kondisi ini umumnya sedimen yang terendapkan akan membentuk struktur graded bedding pada fase awal saat mengendapkan sedimen dengan butiran yang lebih kasar dan akhirnya akan membentuk parallel lamination saat mengendapkan sedimen yang halus seperti lempung.

Perilaku sedimen pasir di bawah permukaan air)
Transportasi sedimen pada akhirnya akan mempengaruhi karakter sedimen berdasarkan lama waktu transportasinya, jenis fluida yang menjadi medianya, jenis aliran, jenis arus dan mekanisme transportasi sedimen itu sendiri. Hal ini akan tercermin dalam ukuran butir, bentuk butir, keseragaman butir dan struktur sedimen yang terbentuk selama proses transportasi sedimen berlangsung.

Hubungan arah arus dengan keseragaman arah butir sedimen (imbrikasi)

a.    Ukuran Butir
Ukuran partikel atau yang juga dikenal dengan ukuran butir mengacu kepada diameter butiran individu sedimen ataupun pada batuan sedimen yang telah terlitifikasi. Ukuran objek padat tiga dimensi seperti butiran sedimen dapat diketahui dengan melakukan pengukuran volume atau dengan melakukan beberapa pengukuran geometri linier. Pada pengukurannya, umumnya dilakukan dengan mengukur volume atau juga bisa didapatkan melalui persamaan (3√V) dengan pengukuran geometri linier.

Tabel Klasifikasi Ukuran Butir (Udden-Wentworth)
b.    Bentuk Butir
Bentuk butir yang biasa juga dikenal dengan pada sedimen umumnya dijelaskan berdasarkan 2 faktor yaitu kebundaran (roundness) dan kebulatan (sphericity).
Roundness adalah sifat bentuk partikel yang berhubungan dengan ketajaman atau kelengkungan tepi dan pojok-pojoknya (Friedman, 1978, h. 61). Roundness secara geometri tidak tergantung dari sphericity. Definisi secara teoritis, Roundness (Rd = ρ) menyatakan hubungan antara radius tepi dan pojok butiran (r1), jumlah pojok yang diukur dan radius lingkaran maksimum yang digambarkan (R). Roundness = Rata-rata radius tepi dan pojok Radius lingk. Maks. Yang digambarkan Sphericity adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu bentuk butir kearah bentuk membola (Tucker, 1991, h. 15).
Secara teoritis Friedman (1978, h. 60) mendefenisikan sphericity adalah perbandingan luas permukaan partikel (Ap) dan luas permukaan lengkung yang volumenya sama (As). Dalam praktek, luas permukaan partikel tidak teratur, oleh karena itu tidak mungkin untuk diukur. Untuk mudahnya dilakukan pengukuran volume dalam air. Pengukuran sphericity harus mempertimbangkan tingkah laku hidrolika yang mengontrol partikel. Partikel cenderung terorientasi menurut bidang sumbu panjang dan menengah yang dikenal dengan proyeksi maksimum sphericity, yang diformulasikan : Dimana : S = Diameter pendek L = Diameter Panjang I = Diameter menengah

Klasifikasi Kebundaran (roundness) dan Kebulatan (sphericity) (Di adaptasi dari (Rittenhouse, 1943 Vide Beard and Weyl, 1973, h. 359)

c.    Pemilahan Butir
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya bilasemakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka, pemilahan semakin baik. Pemilahan yaitu keseragaman butir di dalam batuan sedimen klastik. Beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :
a)    Sortasi baik bila besar butir merata atau sama besar
b)    Sortasi sedang bila ukuran butirnya relatif seragam
c)    Sortasi buruk bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen

Klasifikasi Keseragaman Ukuran Butir Sedimen (Google.co.id).

d. Struktur Sedimen
Struktur sedimen adalah struktur yang terbentuk selama pengendapan sedimen. Pembentukan struktur sedimen sendiri akan sangat dipengaruhi oleh mekanisme pengendapan sedimen melalui jenis arus transportasinya, media dan juga oleh lingkungan pengendapan sedimen. Ombak laut yang berulang-ulang akan membentuk struktur sedimen gelembur gelombang (ripple marks) dipantai, sedangkan pengendapan suspensi lempung di dataran banjir atau danau yang dalam akan membentuk lapisan-lapisan tipis berbentuk paralel (parallel lamination) dari endapan lempung yang jatuh oleh gaya gravitasi.



Pembentukan Struktur Ripple dan Dune

Selain itu, aktivitas organisme juga berpengaruh pada pembentukan struktur sedimen. Pergerakan organisme yang hidup disekitar lingkungan pengendapan sedimen akan membentuk struktur-struktur seperti jejak, alur dan bekas-bekas kehidupan lainnya. Seperti jalur yang dibentuk siput-siput dipantai maupun danau akan dapat merusak struktur gelembur gelombang yang dibentuk oleh ombak. Pada kondisi arus traksi yang mengalir terus menerus seperti pada sungai, pergerakn sedimen yang dibawa oleh air akan terus berlangsung, khususnya sedimen yang ada pada kolom air dan bergerak pada dasar aliran sungai (bed load sediment). Hal tersebut akan membentuk struktur sedimen silang siur (cross bedding) karena pergerakan sedimen yang terus bergerak mengikuti arah aliran arus.

Bentuk perlapisan sedimen

Dalam sebuah aliran arus turbulenatau arus densitas dimana fluida pembawa bercampur dengan sedimen dan mengalir mengikuti kemiringan lereng hingga mencapai posisi stabil seperti pada longsoran bawah laut, longsoran bawah danau ataupun alluvial fan sedimen akan di endapkan pada suatu kondisi dimana arus tidak lagi bergerak. Proses pengendapan yang mengikuti gaya gravitasi menyebabkan sedimen yang berukuran kasar akan mengendap lebih dulu karena faktor gaya berat yang dimilikinya dan sedimen berukuran paling halus akan mengendap terakhir sebagai suspensi.
Proses ini akan membentuk endapan sedimen dengan struktur graded bedding yang menghalus keatas (fining upward). Struktur sedimen seperti silang siur (cross bedding), gelembur gelombang (ripple marks) dan gradasi perlapisan (graded bedding) digunakan dalam studi stratigrafi untuk menentukan posisi sebenarnya dari lapisan geologi yang kompleks dan untuk mempelajari lingkungan pengendapannya.

GERUSAN

 
  • Pengertian Gerusan
Gerusan (scouring) merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di sungai sebagai akibat pengaruh morfologi sungai (dapat berupa tikungan atau bagian penyempitan aliran sungai) atau adanya bangunan air ( hydraulic structur) seperti: jembatan, bendung, pintu air, dan lain-lain.
Morfologi sungai merupakan salah satu faktor yang  menentukan dalam proses terjadinya gerusan, hal ini disebabkan aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface). Kondisi aliran saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan permukaan bebasnya cenderung berubah sesuai waktu dan ruang, disamping itu ada hubungan ketergantungan antara kedalaman aliran, debit air, kemiringan dasar saluran dan permukaan saluran bebas itu sendiri.
Laursen (1952) dalam Hanwar (1999:4) mendefinisikan gerusan sebagai pembesaran dari suatu aliran yang disertai pemindahan material melalui aksi gerakan fluida. Gerusan lokal (local scouring) terjadi pada suatu kecepatan aliran di mana sedimen yang dingkut lebih besar dari sedimen yang disuplai.
Menurut Laursen (1952) dalam Sucipto (2004:34), sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut :
1.    Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang diangkut keluar daerah gerusan dengan jumlah material yang diangkut masuk ke dalam daerah gerusan.
2.    Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah di daerah gerusan bertambah (misal karena erosi). Untuk kondisi aliran bergerak akan terjadi suatu keadaan gerusan yang disebut gerusan batas, besarnya akan asimtotik terhadap waktu.

II.    Tujuan Mengetahui Scouring Pada Jembatan
Dengan mengetahui fenomena scouring maka perencana dapat melakukan investigasi terhadap saluran sehingga dapat ditentukan letak , posisi ,kedalaman dan tipe pilar maupun abutemen sehingga kecacatan dan kegagalan pada jembatan yang disebabkan scouring dapat dihindarkan. Apabila bangunan sudah beridiri maka dapat dibuatkan pengaman untuk mereduksi efek scouring tersebut agar kekuatan struktur jembatan secara keseluruhan tetap mantap.

III.    Jenis - Jenis Scouring
Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai karena interaksi antara aliran dengan dasar sungai. Scouring dapat diklasifikasikan menjadi:
•    Gerusan umum (general scour)
Gerusan umum ini merupakan suatu proses alami yang terjadi pada sungai sehingga akan menimbulkan degradasi dasar. Gerusan Umum disebabkan oleh energi dari aliran air.Gerusan akibat penyempitan di alur sungai (contraction scour)


•    Gerusan lokal (local scour)
Gerusan lokal ini pada umumnya diakibatkan oleh adanya bangunan air, misal, tiang atau pilar jembatan. Gerusan local disebabkan oleh sistem pusaran air (vortex system) karena adanya gangguan pola aliran akibat rintangan.


Ada dua macam gerusan lokal, yaitu :
  • Clear water scour
Pergerakan sedimen hanya terjadi pada sekitar pilar. Ada dua macam:
1.    Gerusan lokal tidak terjadi dan proses transportasi sedimen tidak terjadi.
2.    Gerusan lokal terjadi menerus dan proses transportasi sedimen tidak terjadi.
  •  Live bed scour
Terjadi karena adanya perpindahan sedimen. Yaitu jika:
Gerusan terlokalisir terjadi karena adanya penyempitan penampang sungai oleh adanya penempatan bangunan hidraulika.
  •  Gerusan Total (Total Scour)
Merupakan kombinasi antara gerusan lokal (local scour) dan gerusan umum (general scour). Bisa juga kombinasi antara gerusan lokal, gerusan umum dan gerusan terlokalisir (localized scour/ constriction scour).
Berdasarkan pengamatan tentang analisa ini, maka tipe scouring yang terjadi pada struktur bawah jembatan dapat dibedakan menjadi:

1.    Gerusan yang terjadi pada pilar yang terletak pada saluran lurus adalah gerusan local.
2.    Gerusan yang terjadi pada pilar yang terletak pada bagian tikungan saluran adalah gerusan local ditambah dengan gerusan umum akibat tikungan saluran.
3.    Gerusan yang terjadi pada abutmen jembatan adalah gerusan total, yaitu kombinasi antara gerusan local, gerusan umum dan gerusan penyempitan




IV.    Proses Terjadinya Scouring
  • Pada Abutemen dan Pilar
Gerusan akibat aliran air menyebabkan erosi dan degradasi di sekitar bukaan jalan air (water way openning) suatu jembatan. Degradasi ini berlangsung secara terus menerus hingga dicapai keseimbangan antara suplai dan angkutan sedimen yang saling memperbaiki.
Apabila suplai sedimen dari hulu berkurang atau jumlah angkutan sedimen lebih besar daripada suplai sedimen, maka bisa menyebabkan terjadinya kesenjangan yang begitu menyolok antara degradasi dan agradasi di lokasi dasar jalan air jembatan. Sehingga lubang gerusan (scour hole) pada abutmen maupun pilar jembatan akan lebih dalam bila tidak terdapat atau kurangnya suplai sedimen.
Demikian juga apabila tidak terdapat bangunan pengendali gerusan di sekitar abutmen ataupun pilar, maka dalamnya gerusan tidak bisa direduksi, se-hingga kedalaman gerusan bisa mencapai maksimum. Hal ini bisa menyebabkan rusaknya abutmen maupun pilar jembatan.
  • Pada Abutemen
Menurut Yulistianto dkk. (1998), Gerusan yang terjadi di sekitar abutmen jembatan adalah akibat sistem pusaran (vortex system) yang timbul karena aliran dirintangi oleh bangunan tersebut. Sistem pusaran yang menyebabkan lubang gerusan (scour hole), berawal dari sebelah hulu abutmen yaitu pada saat mulai timbul komponen aliran dengan arah aliran ke bawah, karena aliran yang datang dari hulu dihalangi oleh abutmen, maka aliran akan berubah arah menjadi arah vertikal menuju dasar saluran dan sebagian berbelok arah menuju depan abutmen selanjutnya diteruskan ke hilir.
Aliran arah vertikal ini akan terus menuju dasar yang selanjutnya akan membentuk pusaran. Di dekat dasar saluran komponen aliran berbalik arah vertikal ke atas, peristiwa ini diikuti dengan terbawanya material dasar sehingga terbentuk aliran spiral yang akan menyebabkan gerusan dasar. Hal ini akan terus berlanjut hingga tercapai keseimbangan.

PENULUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) Menggunakan Metode Maskigum

 


I.Pendahuluan
Penelusuran Banjir adalah suatu metode pendekatan untuk menentukan variasi debit terhadap waktu pada suatu titik pengamatan.

Tujuan Penelusuran Banjir:

1.      Untuk memprediksi banjir jangka pendek

2.      Untuk penggambaran hidrograf satuan berbagai titik di suatu sungai

3.      Untuk memperoleh karakteristik sungai setelah melewati palung

4.      Untuk menderivasi hidrograf sintetik

Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat waduk.

Pendekatan yang pertama adalah yang tidak didasarkan atas hukum-hukum hidrolika, sedangkan yang kedua menggunakan hukum-hukum hidrolika. Pada cara pertama, yang ditinjau hanyalah hukum kontinuitas, sedangkan persamaan keduanya didapatkan secara empirik dari pengamatan banjir. Pada cara kedua, aliran adalah tidak tetap yang berubah secara ruang (spatially varied unsteady flow), yang penelusurannya dilaksanakan secara simultan dari

ekspresi-ekspresi kontinuitas dan momentum. Penelusuran lewat waduk, yang penampungannya merupakan fungsi langsung dari aliran keluar (outflow), dapat diperoleh hasil yang lebih eksak.

Dalam studi hidrologi fluktuasi dan perjalanan gelombang debit aliran dari satu titik bagian hulu ke titik  berikutnya  di  bagian  hilir  dapat  diketahui  / diduga pola dan  waktu perjalanannya.   Metode itu biasa  dikenal  sebagai  metode  penelusuran  banjir (flood    routing)

Menurut    Soemarto    (1987) Penelusuran  banjir  adalah  merupakan  peramalan hidrograf  di  suatu  titik    pada  suatu  aliran  atau bagian  sungai  yang  didasarkan  atas  pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusur lewat palung sungai atau lewat waduk.

Penelusuran banjir dapat juga di artikan sebagai penyelidikan perjalanan banjir (flood  tracing).yang didefinisikan sebagai upaya prakiraan corak banjir pada bagian hilir berdasarkan corak  banjir di daerah hulu (sumbernya).

Oleh karena itu dalam kajian hidrologi penelusuran banjir (flood routing) dan penyelidikan banjir (flood tracing)  digunakan untuk peramalan banjir dan pengendalian banjir.  Untuk melakukan analisis penelusuran banjir  dihitung dengan menggunakan persamaan kinetic dan persamaan seri. Akan tetapi cara ini adalah perhitungan yang sangat sulit dan sangat lama  dikerjakan.

Oleh karena itu untuk keperluan praktek praktek perhitungan hidrologi digunakan cara Perhitungan yang lebih sederhana yaitu dengan  metode perhitungan persamaan seri dan persamaan penampungan. Salah satu cara / metode yang biasanya digunakan adalah metode  Muskingum (Sosrodarsono dan Takeda, 1980).

Penelusuran banjir dapat diterapkan atau dilakukan melalui / lewat dua bentuk kondisi  hidrologi, yaitu lewat palung sungai dan waduk. Penelusuran banjir lewat waduk hasil yang  diperoleh dapat lebih eksak (akurat) karena penampungannya adalah fungsi langsung dari  aliran keluar (outflow) . Dalam kajian ini penelusuran banjir dilakukan lewat palung sungai.


II. Metode Muskingum (Muskingum Method)


 Metode Muskingum adalah suatu cara perhitungan yang digunakan dalam penelusuran banjir dengan pendekatan hukum kontinyuitas.  Metode Muskingum menggunakan asumsi :

1.      Tidak ada anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau;

2.      Penambahan dan kehilangan air yang berasal dari air hujan, air tanah dan evaporasi semuanya  diabaikan.

Metode  ini  mengambil  dasar  dari  metode  simpanan  dengan  memperhatikan faktor geometri dan karakteristik hidrolis saluran dan sifat-sifat yang mengontrolnya.




Penulusuran banjir merupakan hitungan hidrograf banjir di suatu lokasi sungai yang didasarkan dengan hidrograf banjir di lokasi lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri dengan tujuan :

1.      Mengetahui hidrograf banjir suatu lokasi yang tidak mempunyai pengamatan muka air,

2.      Peramalan banjir jangka pendek,

3.      Perhitungan hidrograf banjir hilir berdasarkan hidrograf hulu.

    Salah satu metode penulusuran banjir secara hidrologi adalah dengan metode muskingum, yang dikembangkan pertama kali oleh US Army Corp Of Engineer dan Mc. Carthy, 1935 (dalam chow, 1964) untuk penulusuran banjir di sungai muskingum di negara bagian Ohio, Amerika Serikat.

Metode ini menerapkan parameter tampungan (K) dan faktor pembobot X dengan cara konvensional, baru kemudian menetapkan parameter penulusuran (Ci), dalam penulusuran ini di anggap tidak ada aliran lateral yang masuk.


Analisis Data Debit Banjir

   Dalam analisis untuk merumuskan persamaan kontinuitas, waktu t harus dibagi menjadi periode – periode delta t yang lebih kecil, yang di namakan periode pelacakan (routing periode), periode pelacakan ini harus dibuat lebih kecil dari waktu tempuh dalam bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode pelacakan delta t tersebut, puncak banjirnya tidak dapat menutup bagian memanjang sungai secara menyeluruh, persamaan kuantitas yang umum digunakan dalam pelacakan aliran atau banjir adalah


I  = D = dS/dt . . . . . . . . .

Dimana :

I           :Debit yang masuk kedalam permulaan bagian memanjang sungai (debit inflow).

D         : Debit yang keluar dari akhir bagian memanjang sungai (debit outflow)

dS        : besarnya tampungan (stroage) dalam bagian memanjang sungai

dt         : periode pelacakan (debit, jam dan hari)

kalau periode pelacakan diubah dari dt menjadi Delta, maka :

                                  I           =          (I1 + I2) / 2

                                  D         =          (D1 + D2) / 2

                                  dS        =          S1 – S2


dan rumus sebelumnya dapat diubah menjadi

                      (I1 + I2) / 2 + (D1 + D2) / 2 = S2 – S3 . . . . . .

    Dalam mana indeks – indeks 1 merupakan keadaan pada saat permulaan periode pelacakan, dan indeks – indeks 2 merupakan keadaan pada akhir periode pelacakan, dalam persamaan tersebut :

I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit masuk.

D1 dan S1 dapat diketahui dari periode sebelumnya.

D2 dan S2 tidak diketahui.

      Ini berarti diperlukan persamaan kedua, kesulitan tersebut dalam pelacakan banjir lewat bagian sungai ini terletak pada mendapatkan persamaan kedua ini. Pada pelacakan aliran melalui waduk, persamaan tersebut lebih sederhana yaitu D2 = f (S2),

Tetapi pada pelacakan melalui bagian sungai besarnya tampung tergantung dari debit masuk dan debit keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S dan D pada bagian sungai hanya berlaku untuk hal – hal yang khusus yang bentuknya yaitu :

S = K [x1 + (1 – x ) D ] ...........

K dan x di tentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing – masing di amati pada saat yang bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang sungai yang terpilih.

     Faktor x merupakan faktor penimbang yang besarnya berkisar antara 0 – 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan 0,3.

Karena x mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan D berdimensi debit, maka K harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).

[(I1 + I2) / 2] t – [(D1 + D2) / 2] t = S2 – S1

Dan

K [(I2 – I1) + ( 1 – x ) (D2 – D1) = S2 – S1

Dapat disederhanakan menjadi persamaan :

D2 = C0I2 + C1I1 + C2D1 . . . . .

Dengan :

C0       =  - ( Kx – 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )

C1       =  ( Kx + 0, 5t ) / ( K – Kx + 0, 5t )

C2       =  ( K – Kx – 0,5t ) / ( K – Kx + 0,5t)

      Data yang diperoleh adalah data debit banjir dengan metode Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang diperoleh dari stasiun hujan. Konsep penelusuran banjir dengan metode Muskingum adalah konsep tampungan.

Ada 2 bagian tampungan yang akan terjadi akibat masukan (inflow) dan keluaran (outflow) pada sungai yaitu :


a)         Tampungan prismatik (Sp), dan

b)        Tampungan Baji (Sw)

Tampungan baji (Sw) terjadi pada saat gelombang dan debitnya selalu lebih besar dari debit keluaran, pada dasarnya cara Muskingum dinyatakan sebagai tampungan yang dinyatakan juga sebagai fungsi linear, secara garis besar fungsi linear tersebut dirumuskan sebagai berikut :

Sw = KX (I = O)                         

Sedangkan tampungan prismatik dirumuskan :

Sp = KO                                      

Dengan demikian maka :

S = Sw + Sp

               = KX ( I – O ) + KO

               = K [XI + ( I – X ) O]                   

Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

S = b/a [XI m/n + ( I – X ) O m/n ]

Dengan :

            b/a = K            : Tetapan Tampungan (Stroge Constant)

X                     : Faktor Pembobot untuk I dan O, dimana jika :

                        X         : 0, untuk penelusuran reservoir, tampungan tergantung dari   debit keluaran.

 X        : 0,5 . berarti bobot I dan O sama, untuk saluran uniform.

            m/n      : pada umumnya dianggap sama dengan satu.


Penentuan Konstanta-Konstanta penelusuran

                Dengan demikian persamaan 3 sama dengan persamaan 4. Perumusan persamaan dalam metode ini adalah persamaan kontiuntas yang umum di pakai dalam penelusuran banjir

:

I – O = S                                                  

Atau bila dinyatakan dalam waktu tertentu t , maka :

0,5 (I1 + I2 ) t – 0,5 (O1 + O2 ) t = S1 – S2

Sehingga dengan cara Muskingum persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan:

            O2 = C0 I2 + C1 I1 + C2 O1                           

Dengan :

C0 = (t – 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]                     

C1 = (t + 2KX ) / [2K (1 – X ) + t ]                    

C2 = [2K (1 – X) – t / [2K (1 – X ) + t]  

      Pemilihan di tetapkan sedemikian sehingga diperoleh hidrograf yang baik. Nilai biasanya di ambil :

2KX  ≤  t  ≤  K                                        

       Prinsip dasar penyelesaian perhitungan banjir dengan metode muskingum adalah kelengkapan data pengukuran debit pada bagian hulu dan hilir sungai yang di dapatkan pada waktu yang bersamaan.

Pengukuran ini sangat penting untuk mendapatkan nilai tampungan yang terjadi pada penampung sungai yang ditinjau, nilai ini yang akan digunakan untuk menentukan nilai X dan K, akan tetapi , dalam penelitian ini nilai X dan K tidak dihitung sesuai dengan perumusan yang ada karena ketiadaan data pengukuran debit pada bagian hilir sungai.

Nilai X dan K ditentukan dengan cara coba-coba dengan menetapkan range untuk kedua koefisien tersebut. X adalah nilai yang menunjukkan kemiringan suatu sungai , semakin curam kemiringannya maka nilai X semakin besar.

 Pada umunya nilai X berkisar antara 0,1 – 0,3 . sedangkan K adalah harga dengan satuan waktu dan juga disebut koefisien penampungan yang kira-kira sama dengan waktu perpindahan banjir dalam bagian sungai yang ditinjau. (Suyono Sosrodarsono).

Contoh perhitungan dengan metode Muskingum

Diketahui

Koefisien  tampungan, Yaitu perkiraan waktu perjalanan Air sungai (K)     = 2.3

Faktor pembobot, yanmg bervariasi antara 0 dan 0.5 (x)                               = 1.5

                                                                                                            Δt        = 1 Jam

Tabel Hasil Perhitungan







Pengendalian Banjir

Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu yang kompleks. Dimensi rekayasanya (engineering) melibatkan banyak disiplin ilmu teknik antara lain: hidrologi, hidraulika, erosi DAS, teknik sungai, morfologi & sedimentasi sungai, rekayasa sistem pengendalian banjir, sistem drainase kota, bangunan air dll. Di samping itu suksesnya program pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan, hukum dan lainnya. Politik juga merupakan aspek yang penting, bahkan kadang menjadi paling penting. Dukungan politik yang kuat dari berbagai instansi baik eksekutif (Pemerintah), legislatif (DPR/DPRD) dan yudikatif akan sangat bepengaruh kepada solusi banjir kota.
Pada dasarnya kegiatan pengendalian banjir adalah suatu kegiatan yang meliputi aktifitas sebagai berikut: •    Mengenali besarnya debit banjir.•    Mengisolasi daerah genangan banjir.
•    Mengurangi tinggi elevasi air banjir.
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara namun yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang paling optimal. 
Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi pengendaliannya dapat dikelompokkan menjadi dua:
•    Bagian hulu: yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir, pembuatan waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan penghijauan di Daerah Aliran Sungai.
•    Bagian hilir: yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan tanggul, sudetan pada alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir atau flood way, pemanfaatan daerah genangan untuk retarding basin dsb.
Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
•    Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur).
•    Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur).


Banjir dan Genangan

Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Pengarahan banjir Uni Eropa mengartikan banjir sebagai perendaman sementara oleh air pada daratan yang biasanya tidak terendam air. Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan alaminya.
Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah sesuai perubahan curah hujan dan pencairan salju musiman, namun banjir yang terjadi tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang dimanfaatkan manusia seperti desa, kota, dan permukiman lain.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir periodik.
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi  dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Qran = R – ( I + Ev)
Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut.

Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.
1.    Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air sungai.
2.    Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.
3.    Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”. Di kiri dan kanan  alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.
Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :

1.    Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal sebagai “delta sungai.”
2.    Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di dalam alur sungai.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di selokan sungai.
Macam-macam banjir
Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

•    Banjir air
Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.

•    Banjir “Cileunang”
Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba).

•    Banjir bandang
Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan.

•    Banjir rob (laut pasang)
Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan.

•    Banjir lahar dingin
Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.

•    Banjir lumpur
Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya. Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik, malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.

PENGERTIAN GELOMBANG

Gelombang merupakan kejadian yang biasa terjadi dalam kehidupan seharihari. Contohnya suara, gerakan tali gitar, riak-riak di kolam dan ombak di laut. Karakteristik gerakan gelombang :
  • Gelombang mentransfer gangguan dari satu bagian material ke bagian lainnya
  • Gangguan tersebut dirambatkan melalui material tanpa gerakan dari material tersebut (gabus hanya naik dan turun diatas riak, tetapi mengalami sangat sedikit perubahan bentuk dalam perjalanannya dalam kolam)
  • Gangguan tersebut dirambatkan tanpa ada perubahan dari bentuk gelombang ( riak menunjukkan sangat sedikit perubahan dalam perjalanannya dalam kolam)
  • Gangguan-gangguan tersebut dirambatkan dengan kecepatan yang tetap.
Jika material sendiri tidak dipindahkan /ditranspor oleh perambatan gelombang kemudian apa yang akan dipindahkan? Jawabannya “energi”, merupakan definisi yang tepat dari gerakan gelombang – sebuah proses dimana energi ditransporkan/ disebarkan melalui material tanpa perpindahan yang signifikan dari material itu sendiri. Jadi jika energi, bukan material yang dipindahkan, bagaimana kejadian alami dari pengamatan pergerakan ketika riak menjalar dalam kolam?

Ada dua aspek yang harus diperhatikan : Pertama perkembangan gelombang (yang telah dicatat), dan kedua, pergerakan partikel air. Pengamatan efek riak pada gabus menunjukkan bahwa partikel air bergerak keatas dan kebawah, tetapi pengamatan yang lebih dekat lagi mengungkapkan bahwa kedalaman air lebih besar daripada tinggi riak. Gabus digambarkan hampir bulat dalam bidang vertikal, sejajar dengan arah pergerakan gelombang.. Dalam pengertian lebih umum lagi, partikel dipindahkan dari posisi seimbang dan kemudian kembali ke posisi tersebut. Selanjutnya partikel-partikel tersebut mengalami perubahan gaya dan pemulihan kembali. Gaya gaya ini biasanya digunakan untuk menggambarkan jenis-jenis gelombang.

Gelombang Laut

Gelombang adalah getaran yang merambat. Bentuk ideal dari suatu gelombang akan mengikuti gerak sinusoide. Selain radiasi elektromagnetik, dan mungkin radiasi gravitasional, yang bisa berjalan lewat vakum, gelombang juga terdapat pada medium (yang karena perubahan bentuk dapat menghasilkan gaya memulihkan yang lentur) di mana mereka dapat berjalan dan dapat memindahkan energi dari satu tempat kepada lain tanpa mengakibatkan partikel medium berpindah secara permanen; yaitu tidak ada perpindahan secara masal. Malahan, setiap titik khusus berosilasi di sekitar satu posisi tertentu.
Suatu medium disebut:
1.    linear jika gelombang yang berbeda di semua titik tertentu di medium bisa dijumlahkan,
2.    terbatas jika terbatas, selain itu disebut tak terbatas
3.    seragam jika ciri fisiknya tidak berubah pada titik yang berbeda
4.    isotropik jika ciri fisiknya “sama” pada arah yang berbeda
Gelombang laut telah menjadi perhatian utama dalam catatan sejarah. Aristoteles (384-322 SM) mengamati hubungan antara angin dan gelombang. Namun, sampai sekarang, pengetahuan tentang mekanisme pembentukan gelombang dan bagaimana gelombang berjalan di lautan masih belum sempurna. Ini sebagian karena pengamatan karakteristik  gelombang di laut sulit dilakukan dan sebagian karena model matematika tentang perilaku gelombang didasarkan pada dinamika fluida ideal, dan perairan laut tidak sepenuhnya ideal. Tujuan dari bab ini adalah gambaran secara garis besar aspek kualitas dari gelombang laut dan menyelidiki beberapa hubungan sederhana dari dimensi gelombang dan karakteristiknya. Dimulai dari penentuan dimensi gelombang laut yang ideal dan gambarannya dalam terminologi berikut.
Profil vertical dari dua gelombang laut ideal, menunjukkan dimensi linier dan bentuk sinusoidalnya (Sumber: The Open University, 2004).
Tinggi gelombang (H) adalah perubahan tinggi secara vertikal antara puncak gelombang dan lembahnya. Tinggi gelombang adalah dua kalinya amplitudo gelombang (a).
Panjang gelombang (L) adalah jarak antara dua rangkaian puncak gelombang (atau memalui 2 puncak berturut-turut). Kecuraman  idefinisikan sebagai pembagian tinggi gelombang dengan panjang gelombang (H/L) seperti terlihat dalam Gambar 1, kecuraman tidak sama dengan kemiringan/ slope antara puncak gelombang dan lembahnya. Interval waktu antara dua puncak yang berurutan yang melalui suatu titik tetap disebut sebagai perioda (T), dan diukur dalam detik. Jumlah puncak (atau jumlah lembah) yang melewati suatu titik tetap tiap detik disebut frekuensi (f).